2,330 views

Gara-gara Pandemi, Orang Tua Berasa Sekolah Lagi?

Indra Latif Syaepu M Hum*

Maka dari itu, saya tidak heran jika warkop sebelah rumah yang biasanya ramai dikunjungi oleh muda-mudi untuk nongkrong, kini menjadi lautan bapak-bapak sambil memegang gadget dengan secangkir kopi hitam atau segelas teh manis di meja sedang mendownload materi sekolah atau sedang mentranslate tugas Bahasa Inggris untuk anaknya

–Indra Latif Syaepu–

Hampir delapan bulan Pandemi Covid-19 berhasil menggelisahkan seluruh masyarakat yang ada di dunia, tak terkecuali Indonesia. Cepatnya penyebaran virus ini mengharuskan pemerintah bertindak cepat untuk memutus mata rantainya. Berbagai kebijakan pun dikeluarkan, mulai karantina sampai mengeluarkan kebijakan; belajar dari rumah, bekerja dari rumah (WFH), dan ibadah di rumah. Bagi sebagian orang yang terbiasa bekerja di kantor ataupun pabrik ternyata dalam realitanya, WFH tidak sesuai dengan ekspektasi mereka. WFH dalam ekspektasi mereka digunakan untuk bersantai ataupun kerja santai, namun realitanya pekerjaan mereka semakin bertambah, tidak hanya mengurus pekerjaan kantor tetapi juga mengurus pekerjaan rumah tangga seperti membantu istri, mengepel, menyapu, mencuci bahkan sampai momong anak. Bagi bapak-bapak, ini menjadi permasalahan tersendiri yang harus dihadapi.

Kegelisahan pun menjadi semakin bertambah bagi orang tua yang memiliki anak yang masih duduk di PAUD, TK, dan SD. Mereka mau tidak mau harus berperan sebagai orang tua, guru, dan statusnya sebagai pegawai yang sedang melakukan pekerjaan dari rumah. Tak sedikit dari mereka yang merasa keluh kesal dengan keadaan ini. Mendampingi anak belajar di rumah dinilai bukan mendampingi atau mengajari anak, lebih tepatnya “orang tua ikut belajar”. Bahkan ada juga yang mengatakan “yang belajar bukan anak, tetapi orang tuanya”. Hal ini dikarenakan tugas yang diberikan guru ke anaknya terlalu berat dan banyak, sehingga membuat orang tua semakin terbebani, maka tak bisa dipungkiri banyak orang tua yang melakukan protes terhadap para guru.

sekolah ditutup, siswa disuruh belajar di rumah, sedangkan saya sebagai ibu rumah tangga kegiatannya dipagi hari tidak hanya mengurus anak, tapi masak, nyapu dan lain-lain. Sedangkan suami otomatis sibuk dengan pekerjaannya yang harus dikerjakan dari rumah. Apalagi jika hp saya ada WA masuk sekitar jam 7 pagi yang artinya jam sekolah sudah dimulai dan tugas pun dibagikan, buat saya strees dan pusing, materinya banyak banget dan apalagi soal-soalnya tak sedikit kami yang mengerjakannya. Jadi, seakan-akan kami yang sekolah, jika anak sudah merasa kesusahan untuk mengerjakanya” ujar Retno dan Yetno selaku wali murid dari Farel dan Yogi yang duduk di bangku kelas 3 dan 4 SD di Kota Kediri.

Selama pandemi sampai saat ini, tugas belajar siswa banyak memanfaatkan fasilitas WA grup. Yetno dan Retno merasa strees melihat kedua anaknya terlalu santai dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Sedangkan tugas yang diberikan diberi waktu untuk segera dikumpulkan, kemudian dilanjutkan lagi dengan pelajaran selanjutnya. Menurut Yetno, selama tugas belajar di rumah, sistem pembelajarannya sama seperti di sekolah, dimulai jam 07:00 – 13:00 yang membedakannya cuma online via WA. Selain itu, sebagai wali murid, mereka sering dipusingkan dengan tugas-tugas yang diberikan seperti IPA, IPS, Matematika, dan Bahasa Inggris yang membuat kepala terasa pusing dan “cekat-cekot” rasanya mau pecah, apalagi jika hasil nilainya jelek, anak saya menertawakan “ini seperti senjata makan boomerang buat saya”.

Selain persoalan di atas yang dihadapi oleh Yetno dan Retno selaku wali murid, persoalan lainnya adalah masalah fasilitas penunjang belajar secara online yaitu gadget dan internet. Karena realitanya, tidak semua wali murid mempunyai gadget. Tidak hanya satu atau dua orang, melainkan banyak yang mengelukan dengan adanya sistem pembelajaran via online. Sehingga, mengharuskan mereka meminjam gadget, menumpang ke tetangga atau wali murid lainnya. Mengenai sinyal jaringan dan koneksi internet juga menjadi permasalahan tersendiri yang tentunya akan menguras isi kantong suami atau numpang wifi di warung kopi, jadi terasa “Ngopi sambil sekolah”.

Maka dari itu, saya tidak heran jika warkop sebelah rumah yang biasanya ramai dikunjungi oleh muda-mudi untuk nongkrong, kini menjadi lautan bapak-bapak sambil memegang gadget dengan secangkir kopi hitam atau segelas teh manis di meja sedang mendownload materi sekolah atau sedang mentranslate tugas Bahasa Inggris untuk anaknya… hehehe. Terkadang sesekali mereka terlihat menggaruk rambut kepala atau memegang kepala dan mulutnya menggerutu tidak jelas. Terlihat lucu jika para bapak itu duduk berkumpul, satu meja dengan 4 buah kursi kemudian membicarakan pelajaran anak SD atau diskusi.Sempat sepintas dalam pikiran saya untuk membayangkan para bapak tersebut menggunakan seragam atribut merah putih lengkap dengan topi dan dasi dengan lambang “tut wuri handayani”. Mereka belum lagi disibukkan dengan tugas pekerjaannya yang sedang menunggu untuk segera dikerjakan.

Sebetulnya masih banyak persoalan-persoalan yang lainnya, seperti tidak berfungsinya gadget, lemot bahkan hang. Tidak mungkin, anak masih kelas 3 dan 4 akan dipegangi gadget sendiri, otomatis menggunakan gadget orang tuanya. Tapi setidaknya dengan adanya pandemi dan sistem pembelajaran via online menjadikan banyak hal pelajaran yang diambil oleh wali murid, pertama minimal sebagai wali murid dapat mengatahui pelajaran anaknya di sekolah yang mungkin berbeda ketika seusianya. Kedua, setidaknya pelajaran anaknya bisa menjadi menambah wawasan atau mengingat kembali keilmuan sewaktu menjadi siswa. Ketiga, mengetahui potensi dan kemampuan daya IQ anak secara langsung. Ke empat, mungkin dengan diadakannya pembelajaran via online, sebagai orang tua bisa memahami tugas seorang guru yang berusaha mencerdaskan anak-anak dengan karakternya berbeda-beda yang terkadang sering membuat pusing, emosi yang kadang ketegasan harus diterapkan. Inilah fenomena problematika wali murid yang penulis amati selama masa pandemi di lingkungan penulis sendiri sampai masa ujian semester tingkat SD tahun ajaran 2020 kemarin.

*Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Kediri dan Penulis Bebas

(Visited 1 times, 1 visits today)