1,354 views

Pilihan Rasional Perempuan Bekerja: Upaya Rekayasa Geliat Ekonomi Keluarga

Miya Nur Aida*

Perempuan memilih bekerja sebagai upaya geliat ekonomi keluarga merupakan salah satu gaya managemen konflik pada jenis kompromi.

–Miya Nur Aida–

Keluarga merupakan hubungan sangat dekat dan erat sehingga memiliki intensitas pertentangan dan perbedaan. Di dalam keluarga tak selamanya berjalan mulus, tentu pertentangan dan perbedaan akan memicu konflik. Ternyata salah satu masalah yang dihadapi keluarga adalah faktor ekonomi. Hal ini dipicu dengan tingkat kebutuhan di dalam rumah tangga yang meningkat, kebutuhan pokok mahal, biaya sekolah anak mahal, dan kebutuhan peralatan rumah lainnya yang juga ikut mencekik leher. Konon pemenuhan kebutuhan keluarga merupakan beban tanggung jawab laki-laki sebagai suami, perempuan hanya dibebani sebagai ibu rumah tangga. Dalam menyikapi permasalahan keluarga tersebut memiliki cara penyelesaian secara beragam.

Seiring perkembangan zaman, tak jarang perempuan desa yang telah menikah mulai merubah pola pikirnya. Pola pikir yang dulunya istri harus jadi rumah tangga saja, kini telah berubah supaya bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Pola pikir memutuskan bekerja, tak jarang karena dipengaruhi oleh faktor kebutuhan finansial yang meningkat tinggi, tetapi gaji suami tak mencukupi. Terhimpitnya kondisi ekonomi membuat perempuan memutuskan ikut bekerja keras. Model penyeles犀利士 aian konflik keluarga dengan cara mediasi, di mana suami-istri menyelesaikan masalah ekonomi keluarga dengan melakukan negosiasi. Perempuan sebagai istri dengan pola pikirnya secara sukarela menawarkan bantuannya untuk andil dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara ikut bekerja. Dengan negosiasi yang diberikan istri, akhirnya suami memberi izin untuk membantu bekerja.

Perempuan memilih bekerja sebagai upaya geliat ekonomi keluarga merupakan salah satu gaya managemen konflik pada jenis kompromi. Menurut Thomas dan Kilman kompromi yang dilakukan pada suami istri dalam rekayasa geliat ekonomi keluarga merupakan tingkat keasertifan dan kerjasama sedang, di mana yang mereka lakukan merupakan strategi memberi dan mengambil. Kedua belah pihak yang terlibat konflik ekonomi ini mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka. Maka, cara alternatif yang dipilih adalah istri membantu suami dalam mencari keuangan dengan melakukan pilihan rasionalnya yaitu bekerja. Sehingga, suami dan istri dalam mengatasi masalah ekonomi mempunyai kekuasaan dan sumber yang sama serta tujuan hampir sama.

Tetapi, perempuan memiliki hambatan dalam mencari pekerjaan, di mana faktor  pendidikan perempuan desa yang hanya lulusan SD dan SMP dan ditambah lapangan pekerjaan di desa yang kurang tak jarang membuat mereka harus bekerja kasar. Sebagai contohnya beberapa perempuan desa terpaksa bekerja sebagai buruh tani. Sangat berat memang pekerjaan yang mereka ambil, namun tak sesuai dengan upah yang didapatkan. Mereka bekerja mulai pukul 7 sampai 10 pagi dengan upah tiga puluh lima ribu tanpa uang makan. Pekerjaan buruh tani yang dikerjakan beragam mulai dari proses penanaman, pemupukan, dan pemanenan. Buruh tani harian yang mereka kerjakan juga tidak setiap hari diperoleh, mereka harus menunggu panggilan dari juragannya. Mereka para istri yang sifatnya lemah lembut, penyayang, kini harus bekerja kasar, kepanasan, dan kotor. Tentu awalnya mereka sangat merasa terbebani dengan pekerjaannya, namun kembali lagi ini merupakan pilihan rasional yang digunakan dalam memanagemen konflik ekonomi keluarganya.

 Pilihan rasional perempuan memilih sebagai buruh tani jika dilihat dari perspektif konsep Coleman terdapat dua unsur di dalamnya.

Pertama adanya aktor, aktor yang dimaksud di sini adalah perempuan buruh tani. Buruh tani yang dipilih oleh aktor tentu bukan tanpa alasan. Mereka telah mempertimbangkan segala resiko yang dihadapi, di mana mereka harus membagi waktu untuk mengurus rumah tangga, dan pekerjaannya sebagai buruh tani. Selain itu, mereka harus bekerja dengan banyak keringat, kotor, dan kepanasan. Pilihan sebagai buruh tani juga merupakan kemauan dirinya sendiri dengan mempertimbangkan kemampuan dan izin dari suami.

Kedua sumber daya, dalam hal ini adalah tenaga perempuan dalam melakukan proses bertani seperti penanaman, pemupukan, dan pemanenan. Selain itu, alokasi waktu kerja yang dilakukan mulai jam 7 sampai 10 tanpa diberi makan. Setelahnya mereka kembali ke rumah dan harus mengurusi keperluhan rumah tangganya seperti memasak, mencuci baju, dan membersihkan rumah.

Perempuan bekerja sebagai buruh tani merupakan alternatif yang dipilih atas kompromi yang telah disepakati bersama keluarga, sehingga apapun resiko mereka akan hadapi bersama. Tentu suatu pilihan akan memunculkan resiko, namun dengan perempuan ikut bekerja setidaknya dapat meminimalisir adanya konflik ekonomi dalam keluarga.

Ketika istri tanggap atas tanggung jawab suami, suami juga tanggap dengan tanggung jawab istri. Maka tanggung jawab mereka harus dikerjakan secara bersama. Seperti istri dalam pilihan rasionalnya membantu suami dalam urusan ekonomi, maka saat suami juga harus membantu istri dalam urusan pekerjaan rumah seperti memasak, menyapu, dan mencuci. Dengan saling bekerja sama, maka terciptalah keluarga harmonis.

sumber gambar: bisnis.tempo.co

(Visited 1 times, 1 visits today)