2,036 views

Sang Pejuang Pembentuk dan Penyusun Divisi I Brawijaya (1)

Di Karesidenan Kediri dibentuk juga BKR dan sebagai ketua atau komandan BKR Kediri adalah Soerachmad, mantan Daidancho PETA Blitar. Sementara itu, pemerintah pusat RI mengangkat Soeprijadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat.

Asal Usul

Soerachmad lahir pada 12 Desember 1904 di Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia putra ke-5 (7) dari R. Hadiwilojo, A.W. (Asisten Wedana) Baron. Apabila ditelusuri dari silsilah nenek moyangnya, tercatat yang menonjol adalah Tumenggung Alap-Alap. Tumenggung Alap-Alap sendiri adalah Bupati Sukowati yang terkenal karena kegigihannya melawan Belanda dan gugur sebagai pahlawan dalam Perang Bayem sekitar tahun 1800.

Setelah tamat pendidikan OSVIA di Blitar tahun 1925, Soerachmad ditempatkan sebagai Adjun Inlandsche Bestuur atau kandidat Bestuur Ambtenaar (Calon Pegawai Pamong Praja Pribumi) yang ditempatkan di kantor Controleur (Pegawai Belanda yang bertugas sebagai pemeriksa atau inspektur dari Pamong Praja) di Pare (1925-1927) kemudian jabatan yang sama di Blitar (1927-1928), tahun 1928-1931 sebagai mantri polisi di Blitar kemudian mantri polisi di Kediri. Pada tahun 1931-1942 Soerachmad menjabat asisten wedana di Prambon Kabupaten Nganjuk, asisten wedana di Pagu Kabupaten Kediri dan asisten wedana di Blitar. Dan sejak tahun 1942-1943 ia menjabat sebagai wedana Kota Blitar. Setelah kedatangan bala tentara Dai Nippon (Jepang) pada Perang Dunia II jabatan wedana disebut Guncho. Soerachmad menjabat  Guncho Kota Blitar. (Soerachmad, 2004:189-193).

Untuk menghadapi invasi dan pendaratan tentara Sekutu di Pulau Jawa, Jepang membentuk suatu Home Defense Army atau Tentara Pembela Tanah Air (PETA). PETA terdiri atas putra – putra Indonesia di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. (Notosusanto,et al. 1993) Tentara PETA disusun dalam kesatuan batalyon yang disebut Daidan. PETA dipimpin oleh putra-putra Indonesia sendiri mulai dari komandan batalyon (Daidancho), komandan kompi (Chudancho), komandan peleton (Shodancho), dan komandan regu (Bundancho). Guncho Soerachmad dimasukkan sebagai calon perwira PETA dengan pangkat Daidancho (komandan batalyon). Setelah selesai pendidikan di Renseitai Bogor, Soerachmad diangkat menjadi Daidancho, Dai Ni Daidan PETA Blitar. Daidan Soerachmad adalah Daidancho PETA angkatan pertama di Blitar seangkatan dengan Mr. Kasman Singodimedjo. Para perwira PETA Kota Blitar waktu itu antara lain:

  • Soehoed, Chudancho
  • Muradi Shodancho
  • Soeprijadi, Shodancho
  • Wahono, Shodancho
  • Soenanto, Bundancho

(Soerachmad, 2004:27-44)


PETA Blitar, duduk dari kiri ke kanan Chudanco Soejatmo, Shidokan, Daidancho Soerachmad, Shidokan, Chudancho Tjipto Harsono. Berdiri paling kiri Shodancho Soeprijadi (1944).  Sumber: dokumentasi keluarga Soerachmad

BKR Kediri

Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945 harus dipertahankan dan dijaga. Oleh karena itu, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR) di seluruh wilayah Indonesia. BKR merupakan kesatuan rakyat terorganisasi yang dipersenjatai dan bertugas menjaga keamanan negara dan rakyat Indonesia. (Notosusanto, et al. 1993). Di Karesidenan Kediri dibentuk juga BKR dan sebagai ketua atau komandan BKR Kediri adalah Soerachmad, mantan Daidancho PETA Blitar. Sementara itu, pemerintah pusat RI mengangkat Soeprijadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat.

Setelah diangkat menjadi Komandan BKR Daerah Karesidenan Kediri, Soerachmad segera menyusun BKR di Blitar, Tulungagung, Kediri, dan Nganjuk berupa batalyon – batalyon BKR dan satu batalyon Sandi Yudha BKR di Kediri.

Batalyon Blitar dipimpin oleh Soehoed, mantan Chudancho PETA Blitar. Batalyon Tulungagung dipimpin oleh Koesnadi mantan Chudancho. Batalyon Kediri dipimpin oleh Banoeredjo mantan Chudancho. Batalyon Nganjuk dipimpin oleh Singgih, mantan Chudancho. Batalyon Sandi Yudha Kediri dipimpin oleh Bismo, mantan Shodancho .

TKR Kediri

Perbaikan organisasi pertahanan dan keamanan pemerintah Republik Indonesia berjalan terus menuju kesempurnaan. Pemerintah mengeluarkan Maklumat tanggal 5 Oktober 1945 untuk membentuk Tentara Keamanan Rakyat dengan memasukkan BKR ke dalamnya. (Notosusanto, et al. 1993) Di Karesidenan Kediri BKR Kediri segera disusun dalam bentuk batalyon – batalyon BKR termasuk kompi – kompi, peleton, dan regu – regu bersenjata. Waktu pembentukan TKR dalam waktu yang sangat singkat Soerachmad berhasil membentuk satu Resimen yang terdiri atas lima batalyon yaitu:

  1. Batalyon Blitar dipimpin oleh Mayor Moedjajin
  2. Batalyon Tulungagung dipimpin oleh Mayor Darsono
  3. Batalyon Kediri dipimpin oleh Mayor Banoeredjo
  4. Batalyon Nganjuk dipimpin oleh Mayor Singgih
  5. Batalyon Sandi Yudha dipimpin oleh Mayor Bismo

Batalyon – batalyon TKR tersebut di atas sudah lengkap dengan perbandingan persenjataan 1:1 tidak lagi 1:3. Hal ini disebabkan senjata Jepang yang dilucuti di Karesidenan Kediri meskipun jumlahnya tidak besar tetapi langsung jatuh ke tangan BKR dan tidak ada yang jatuh ke tangan Laskar Perjuangan.

Kemudian melalui Maklumat Pemerintah tanggal 1 Januari 1946 Tentara Keamanan Rakyat diganti namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat dengan singkatan TKR. (Notosusanto, et al. 1993) Sewaktu masih dengan nama BKR, BKR belum berupa tentara melainkan Korps Pejuang Bersenjata sehingga patut disebut “cikal bakal” TNI. Tugas dan kewajiban BKR adalah memelihara keamanan bersama rakyat. Namun mendahului pemerintah, Soerachmad sudah menyususn BKR dalam bentuk batalyon-batalyon BKR seperti halnya batalyon-batalyon militer, sehingga pada waktu pembentukan TKR sudah dapat terbentuk Resimen TKR di Kediri yang terdiri dari 5 Combat Batalyon bersenjata lengkap dan terorganisasi rapi.

Tentara Republik Indonesia (TRI) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Dalam perkembangan selanjutnya dapat dirasakan bahwa Tentara Keselamatan Rakyat melihat tugasnya terbatas pada pemelihara keselamatan rakyat saja, sedangkan waktu itu telah dihadapkan dengan musuh dari luar. Untuk lebih memantapkan pimpinan TRI pada awal Mei 1946 pemerintah mengangkat Kolonel Soedirman (Panglima Divisi Kedu dan Banyumas) sebagai Panglima Besar TRI dengan pangkat jenderal. Sedangkan Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo diangkat menjadi Kepala Staf Umum Markas Besar TRI. (Notosusanto, et al. 1993)

Kemudian pada tahun itu juga di Jawa Timur dibentuklah tiga divisi yaitu:

  1. Divisi Ronggolawe di Bojonegoro dan Madiun dipimpin oleh Jenderal Mayor Djatikoesoemo.
  2. Divisi Narotama di Mojokerto dipimpin oleh Jenderal Mayor Soengkono.
  3. Divisi Suropati di Malang dipimpin oleh Jendelral Mayor Imam Soedjai

Resimen Kediri di bawah Letnan Kolonel Soerachmad masuk ke Divisi Narotama sebagai Resimen 34. Markas Komando Resimen 34 Kediri berada di Kediri di Jalan Brawijaya. Adapun rumah Letkol Soerachmad berada di Jalan Bandar Lor No. 2A Kediri menggunakan bekas rumah Dinas Asisten Residen Kediri.

Sementara Belanda terus mengadakan offensive militer, konsolidasi TRI terus dilakukan. Dengan keputusan Presiden tanggal 5 Mei 1947 ditetapkan antara lain:

  1. Diresmikan berdirinya Tentara Nasional Indonesia
  2. Segenap angkatan bersenjata dan Badan atau Laskar Perjuangan dimasukkan ke Tentara Nasional Indonesia.
  3. Mengangkat Jenderal Soedirman sebagai pimpinan tertinggi Tentara Nasional Indonesia.

Belum tuntas dan sempurna konsolidasi menjadi TNI, Belanda sudah mempersiapkan agresi militernya yang ke I pada tanggal 21 Juli 1947 dan berhasil menduduki sebagian besar wilayah Republik Indonesia. Sementara itu sesuai dengan persetujuan Renville, TNI yang ada di kantung – kantung harus dihijrahkan ke daerah – daerah yang dikuasai RI. (Simatupang, 1980: 133). Oleh karenanya, Kediri saat itu menjadi pusat perjuangan melawan Belanda di Jawa Timur. Kediri menjadi pusat lalu lintas hubungan pemerintah pusat di Yogya dengan Jawa Timur yang berkedudukan di Blitar. Adapun Letkol Soerachmad menjadi tokoh militer di Jawa Timur di samping Panglima Divisi Narotama Mayor Jenderal Soengkono.

bersambung…

(Visited 5 times, 1 visits today)