3,122 views

Spirit Islam dalam Spirit Kapitalisme Max Weber

Indra Latif Syaepu*

gambar: liputan6

Dalam pandangan Max Weber, bekerja mencari uang adalah perintah dari Tuhan yang wajib dijalankan oleh manusia untuk keselamatan di dunia dan di Akhirat. -Indra Latif Syaifu-

Bagi Max Weber, ekonomi merupakan dasar kehidupan manusia di muka bumi. Logika pemikiranya “seandainya ada suatu permasalahan bisa berjalan tanpa ekonomi, pada akhirnya bermuara ke ekonomi pula”.

Meskipun bagi sebagian masyarakat yang beragama memahami prinsip ekonomi adalah sebagai rizki yang sudah diatur oleh Tuhan. Akan tetapi, manusia hidup di dunia yang penuh dengan materi dan berlakunya hukum kausalitas sebagai salah satu Sunnahtullah.

Max Weber dijuluki sebagai sosiolog-ekonomi (Max Weber “Sosiologi” Yogyakarta, 2009, 26). Titik tekan pemikirannya lebih mengarah pada permasalahan sosial per-individu. Jika di dalam komunitas atau masyarakat itu terdapat individu-individu yang baik maka akan terbentuklah suatu sistem sosial yang baik.

Karena pada dasarnya setiap individulah yang melahirkan tindakan-tindakan sosial dengan memperhitungkan atau mepertimbangkan kehadiran atau perilaku yang lain. Maka dari itu, Max Weber lebih intensif dalam mengamati tindakan sosial “verstehen” — yang dia maknai sebagai pemahaman.

Dalam sosiologi, tindakan sosial dibagi menjadi dua; ada yang rasional dan ada yang non-rasional. Tindakan rasional lebih efisien dalam menentukan dan memperhitungkan segala sesuatu untuk suatu tujuan. Misalnya, ketika saya lapar maka saya harus makan (rasional). Alasan rasionalnya adalah saya makan karena saya lapar.

Dasar tindakan rasional dibagi menjadi empat. Pertama, bersifat instrumental rasional (memperhatikan untung ruginya). Kedua, bersifat value rational action (tindakan yang tidak memikirkan untung ruginya, akan tetapi ada nilai yang ingin diperjuangkan atau dihidupkan).

Ketiga, bersifat tradisional. Tindakan tradisonal ini motivasinya tidak jelas, akan tetapi dasarnya sudah menjadi tradisi kebiasaan yang turun menurun. Sedangkan yang ke empat, tindakan afektif yakni tindakan yang sesuai dengan afeksi (perasaan). Kondisi emosinal ini sangat mempengaruhi tindakan manusia.

Dari bermacam-macam tindakan sosial yang dijelaskan di atas, unsur idealisme terlihat dengan sangat jelas. Bahwa tindakan sosial yang dilakukan manusia bukan hanya berdasarkan sikap rasional, akan tetapi ada non-rasionalnya, hal ini sejalan dengan nilai yang dianut orang beragama. Artinya, bahwa dalam berekonomi (Weber menyebutnya sebagai ekonomi yang kapitalistik), ada nilai nilai ajaran agama.

Banyak di kalangan masyarakat yang beragama Islam menganggap bahwa “bekerja adalah bagian dari ibadah”. Suatu istilah yang berbeda secara nama, namun memiliki fungsi, tujuan dan praktek yang sama sebagaimana yang dijelaskan Weber di atas.

Sebagai contoh ketika kita mewawancarai seorang yang beragama dalam hal motivasinya bekerja, pasti jawabanya ada sisi rasionalitanya dan ada sisi jawaban teologisnya (bekerja adalah bagian dari sunatullah yang harus dijalankan oleh setiap manusia untuk memenuhi kebutuhanya selama hidup di dunia dan di akhirat).

Dalam hubungan agama dan ekonomi, ada beberapa orang yang menganggap bahwasanya. Pertama, “agama ya agama, ekonomi ya ekonomi/ independen”. Kedua, agama mempengaruhi perilaku ekonomi. Ketiga, ekonomi mempengaruhi agama. Keempat, komodifikasi agama.

Dalam pandangan independen, biasanya mereka memisahkan urusan antara agama dan ekonomi. Baik agama maupun ekonomi mempunyai rasionalitas sendiri-sendiri. Dalam tradisi masyarakat modern, pandangan independen ini dikenal dengan masyarakat sekuler. Sedangkan bagi pandangan agama mempengaruhi ekonomi, di sini agama mengintervensi pola perekonomian, contohnya adalah jual beli diperbolehkan akan tetapi riba haram. Contoh lainya jual beli daging babi, minuman keras bagi umat Islam hukumnya haram. Maka di sinilah nilai agama masuk ke ranah ekonomi.

Sedangkan dalam pandangan Karl Marx, agama dianggap sebagai candu. Agama menjadikan seseorang bersifat pasif, hanya nriman. Manusia menjadi tidak agresif, lupa akan situasi konkrit di dunia dan hanya membayangkan kehidupan di akhirat. Sehingga muncul statement “pasrah saja, Tuhan sudah mengatur, Tuhan tidak tidur, kesusahan kita di dunia akan digantikan kebahagiaan di akhirat”. Inilah yang dikritik oleh karl max dalam grand theorinya, Das Capital.

Sedangkan contoh jenis relasi yang ketiga “ekonomi mempengaruhi agama”, nampak terlihat pada pola dan atribut keagamaan yang digunakan setiap individu, atau pola perilaku keagamaan orang tersebut apakah semakin khusuk beribadah atau sebaliknya. Banyak temuan di lapangan, bahwasanya orang yang tertekan ekonomi biasanya akan mempengaruhi pola ritual ibadahnya, apakah menjadi semakin khusuk atau sebaliknya. Secara langsung, ekonomi memberi efek secara langsung terhadap pola keberagamaan.

Keempat, komodifikasi agama (agama yang diekonomikan). Agama dijadikan sebagai komoditas. Aktifitas keagamaan memang tidak bisa dipungkiri banyak bersinggungan dengan hal ekonomi, misalnya ada seseorang menulis sebuah buku agama kemudian buku itu dijual, ini termasuk komoditasi agama. Konotasi atau sisi negatifnya dari komodifikasi agama yaitu, agama sering dijadikan jalan untuk meraih keuntungan secara ekonomi.

The Protestant Ethics and The Spirit of Capitalism” adalah buku kritik Max Weber terhadap Karl Marx tentang kapitalisme. Menurut Marx, ekonomi (dunia materi) mempengaruhi dunia non-materi (ekonomi mempengaruhi agama). Sedangkan menurut Weber, ide-lah yang mempengaruhi dunia materi (agama mempengaruhi ekonomi). Weber memberi satu gambaran bahwa ekonomi memang dianggap penting, akan tetapi banyak orang yang memiliki ekonomi rendah namun hidupnya bahagia, tenang, nyaman dan tentram”.

Jadi, spirit of capitalism diartikan sebagai perintah Tuhan kepada manusia untuk semangat bekerja keras, bukan mengumpulan kekayaan akan tetapi lebih kepada pemanfaatanya. Yang perlu menjadi perhatian dalam buku ini adalah penekanan pada prinsip kerja keras, bersikap rasional (kalkulatif) dalam menghadapi hidup dan menerapkan pola hidup hemat sebagaimana ajaran kaum Protestan Calvinis.

Pemikiran Weber ini sebetulnya bisa jadikan motivasi oleh umat Islam untuk lebih giat lagi memahami ayat ayat kauniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an terkait dengan hal pekerjaan (ekonomi), mencari dan memanfaatkan harta sesuai dengan perintah Allah

Dalam pandangan Max Weber, bekerja mencari uang adalah perintah dari Tuhan yang wajib dijalankan oleh manusia untuk keselamatan di dunia dan di Akhirat. Keberhasilan di dunia adalah tanda keselamatan di akhirat.  Baginya, tidak ada istilah mengorbankan kehidupan di dunia demi kehidupan di akhirat.


*Indra Latif Syaipu adalah Dosen Studi Agama-agama IAIN Kediri

(Visited 3 times, 1 visits today)