Kaum marjinal identik dengan masyarakat kecil atau kaum yang terpinggirkan. Atau juga bisa diartikan kelompok pra sejahtera. Jadi, kaum marjinal ialah masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan dari kehidupan masyarakat.
_Adelia Titania Arsani_
Adelia Titania Arsani
Bahagia adalah keadaan atau kondisi positif dari aspek psikologis, emosional, dan kognitif yang dirasakan individu yang berbentuk ketenangan, kesenangan, dan kebahagiaan. Kata Aristoteles bahwa kebahagiaan adalah suatu yang tertinggi dalam kehidupan yang dituju oleh semua orang dan menjadi keinginan dari setiap manusia, bahagia dapat menimbulkan kesenangan jiwa dan mendorong diri manusia untuk bekerja lebih giat. Namun, masing-masing mempunyai hambatan tersendiri dalam mencapai cita-cita untuk bahagia, sehingga, akibatnya ada yang berhasil dalam mencapai kebahagiaan dengan usahanya, namun ada pula yang belum mampu mencapai kebahagiaannya karena adanya sebuah hambatan tertentu. Jadi, pada hakikatnya kebahagiaan sifatnya personal dan tergantung pemahaman individu mengenai makna dan standart kebahagiaan itu sendiri.
Lantas bagaimana kebahagiaan menurut masyarakat marjinal? Bagaimana standart kebahagiaan yang ditetapkan kaum marjinal?
Kaum marjinal identik dengan masyarakat kecil atau kaum yang terpinggirkan. Atau juga bisa diartikan kelompok pra sejahtera. Jadi, kaum marjinal ialah masyarakat kelas bawah yang terpinggirkan dari kehidupan masyarakat. Secara umum mereka yang tergolong dalam masyarakat terpinggirkan adalah orang miskin, gelandangan, pemulung , kaum buruh gaji rendah, terjangkit penyakit HIV atau AIDS , penyandang cacat, masyarakat tradisional, buru tani, dan teman temannya. Mereka menjadi bagian dari masyarakat terpinggirkan akibat tekanan ekonomi, politik , sosial dan budaya serta program pemerintah yang berpihak.
Kata Marjinal seringkali identik dengan perkumpulan orang orang kumuh, miskin, rendahan, bahkan tidak berpendidikan. Layaknya sekelompok manusia yang keberadaannya sudah tidak dibutuhkan lagi oleh manusia lainnya, inilah sebuah pemikiran mengenai kaum marjinal. Kemiskinan juga membuat kaum menjadi termarjinalkan , kesulitan ekonomi , tinggal ditempat kumuh, tidak tercukupinya kebutuhan hidup, putus sekolah juga masuk kedalam kaum yang digolongkan termarjinalkan atau terpinggirkan (Yufan 2012) .
Makna kebahagiaan menurut masyarakat marjinal, tentu tidaklah sama dengan masyarakat lain atau non marjinal. Perbedaan makna kebahagiaan tersebut tentu dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk latar belakang perekonomian, keagamaan, kelas sosial, dan lainnya.
Makna kebahagiaan masyarakat marjinal sangat berbeda dengan masyarakat non marjinal , standart kebahagiaan kelas menengah keatas tentu lebih tinggi daripada masyarakat marjinal. Makna kebahagiaan menurut kaum marjinal tentu sudah dicapai oleh masyarakat kelas menengah keatas, akan tetapi kebahagiaan tersebut bukanlah standart dari kebahagiaan kelas menengah keatas karena mereka tentu memiliki standart kebahagiaan yang lebih tinggi. Hal ini bisa dilihat dari beberapa orang yang saya temui pada saat penyerahan kursi roda dan sembako di salah satu program Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk masyarakat dhuafa dan disabilitas, bisa dilihat dari kebahagiaan yang terpancarkan dari wajah mereka bisa mendapatkan kursi roda sebagai alat kebutuhan kesehatan, dan sembako untuk menyambung kehidupan mereka. Seakan mereka mendapatkan motivasi kembali untuk melanjutkan kehidupan yang penuh dengan mungkin penderitaan bagi mereka, untuk mendapatkan kursi roda sebagai ganti kaki dalam mengais sesuap nasi untuk menyambung hidup. Jika dibandingkan, sangat berbeda dengan masyarakat non marjinal, dimana bagi masyarakat marjinal makan itu sudah menjadi kebutuhan yang tentu dan pasti ada, bahkan makan bukanlah standart kebagaiaan bagi mereka lagi.
Perjuangan masyarakat marjinal sering kali kita mengabaikannya. Mother Teressa tokoh kemanusiaan dari Calcuta mengatakan bahwa kaum marjinal atau miskin, dan orang orang yang terpinggirkan dari masyarakat ada karena kitalah yang menciptakannya. Terutama oleh struktur sosial dan juga kita semua, sehingga kita mempunyai tanggungjawab yang sama dalam membantu mereka. Allah Swt berfirman : “Dan berikanlah kepada keluarga keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan”. Q.S Al-Isra’ : 26) .Dan Allah berfirman : “Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak anak yatim, orang miskin, tetangga yang dekat dan jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya.”(An-Nisa 36). Selain itu, Sahabat Ali berkata : “Sesungguhnya Allah sudah menetukan hak hak para fakir miskin dalam harta orang orang kaya, jika orang orang kafir itu sanpai kelaparan dan hidup sengsara karena penolakan orang kaya dalam memberi pertolongan. Allah akan meminta pertanggungjawaban di hari kiamat.
Dari ayat diatas, dapat kita pahami bahwa Allah melindungi fakir miskin dan memerintahkan umatnya untuk saling membantu kepada sesama saudara. Santuni mereka yang membutuhkan karena mereka juga tanggungjawab kita semua. Mari sama sama budayakan sikap kemanusiaan yang adil karena salah satu penyebab kemiskinan adalah lunturnya nilai kemanusiaan dalam diri.
*mahasiswi SA IAIN Kediri
sumber gambar: bumipenjelajah.blogspot.com