Taufik al Amin
Peristiwa pembacaan teks proklamasi bukanlah kejadian yang kebetulan dan mengalir begitu saja, tetapi merupakan hasil dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dan ikhtiar para ulama bahwa peristiwa proklamasi akhirnya dilaksanakan pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 M atau bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H, pukul 10.00 WIB.
–Taufik al Amin–
Tepat pukul 10 pagi, pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945, dibacakan teks proklamasi oleh Bung Karno dan didampingi Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. Peristiwa bersejarah ini terjadi di rumah Bung Karno yang sebelumnya merupakan rumah milik Faradj bin Said bin Awardh Martak. Rumah yang berlokasi di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta tersebut diberikan Faradj Martak yang juga seorang saudagar Arab-Indonesia kepada Bung Karno agar dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Banyak hikmah dan catatan yang terkandung dalam peristiwa maha penting bagi bangsa Indonesia ini untuk diketahui oleh seluruh anak bangsa dan warga negara dari generasi ke generasi. Hal ini penting dilakukan agar peristiwa proklamasi tidak hanya sekedar menjadi catatan sejarah dan administrasi kenegaraan belaka. Adapun beberapa catatan penting yang perlu penulis sampaikan adalah sebagai berikut :
Pertama, peristiwa pembacaan teks proklamasi bukanlah kejadian yang kebetulan dan mengalir begitu saja, tetapi merupakan hasil dari perjuangan panjang bangsa Indonesia dan ikhtiar para ulama bahwa peristiwa proklamasi akhirnya dilaksanakan pada hari Jum’at 17 Agustus 1945 M atau bertepatan dengan 9 Ramadhan 1364 H, pukul 10.00 WIB.
Menurut catatan Aguk Irawan MN dalam “Sang Penakluk Badai: Biografi KH Hasyim Asy’ari” (2012) yang dilansir NU Online (13/5/2019) diterangkan bahwa pada awal Ramadhan bertepatan dengan 8 Agustus 1945, utusan Bung Karno datang menemui Kiai Hasyim Asy’ari untuk menanyakan hasil istikharah para kiai, sebaiknya tanggal dan hari apa memproklamasikan kemerdekaan dilakukan. Kiai Hasyim pun memberi masukan, hendaknya proklamasi dilakukan di hari Jumat pada Ramadhan. Jum’at itu Sayyidul Ayyam (penghulunya hari), sedangkan Ramadhan adalah Sayyidus Syuhur (penghulunya bulan). Hari yang dimaksud ternyata tepat pada Jum’at 9 Ramadhan 1364 H yang bertepatan dengan 17 Agustus 1945.
Tidak berselang lama dari proklamasi itu, Kiai Hasyim menghubungi temannya semasa belajar di Mekkah, Syaikh Muhammad Al-Amin Al-Husaini yang juga mantan Mufti Besar Palestina dan saat itu menjabat Ketua Kongres Muslimin se-Dunia untuk pertama kali memberikan dukungan atas proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain pertempuran di medan perang, para tokoh pejuang juga melakukan langkah diplomasi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Sehingga, kemerdekaan Indonesia segera mendapat dukungan banyak negara di dunia. Pengaruh dari perjuangan tersebut yang pada akhirnya nanti berakibat pada pemberian secara resmi pengakuan Mesir pada tahun 1946 sebagai negara yang pertama kali di dunia terhadap eksistensi negara Republik Indonesia.
Dari semua paparan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa apa yang dilakukan oleh para pejuang kemerdekaan saat itu tidak lepas dari peran ulama. Bahkan, sampai dalam menentukan hari paling bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu hari proklamasi kemerdekaan juga atas petunjuk ulama.
Kedua, proklamasi yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan pernyataan kemerdekaan terhadap bangsa Indonesia dan bukan kemerdekaan RI. Mengapa demikian? Karena bangsa Indonesia yang sejak masih berupa kerajaan-kerajaan, beragam kesatuan etnis dan kedaerahan selama ratusan tahun dijajah secara berturut-turut oleh enam negara-negara asing yaitu Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang. Jadi, yang dijajah dan dikuasai oleh negara lain tersebut adalah orang-orang atau bangsa Indonesia waktu itu. Akhirnya baru pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang BPUPKI sepakat mendirikan negara RI dengan presiden pertamanya Ir.Soekarno dan Drs.Mohammad Hatta sebagai wakilnya. Dengan demikian, amatlah berbeda antara kemerdekaan sebuah bangsa di satu sisi dengan pendirian negara di sisi lain. Keduanya merupakan suatu rangkaian historis yang memilki makna dan konsekuensi yang saling menopang dan melengkapi.
Ketiga, teks proklamasi yang ditulis dan dibacakan oleh Soekarno dan didampingi Moh.Hatta adalah atas nama bangsa Indonesia. Hal ini dikandung maksud bahwa pernyataan kemerdekaan tersebut dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan segenap tanah air yang ada di dalamnya. Konsekuensi dari hal tersebut bahwa karena kemerdekaan tersebut telah dicapai dengan perjuangan dan pengorbanan yang panjang, maka negara yang didirikan pun dengan sendirinya mencerminkan sifat dan karakter kebangsaan tersebut. Artinya sebuah negara bangsa tidak hanya mengakui tetapi juga menerima pluralitas dari bangsa ini baik dari segi etnis, bahasa, agama, tradisi, dan budaya sebagai saudara kandung sesama anak bangsa yang diikat oleh komitmen bersama; Bhinneka Tunggal Ika.
Keyakinan adanya zaman kemerdekaan sebenarnya sudah ada sejak lama, khususnya di masyarakat Jawa. Sebagian besar masyarakat Jawa waktu itu sangat percaya tentang ramalan Joyoboyo. Karya besar dari raja Kediri yang memerintah sekitar tahun 1135-1157 ini berisi tentang datangnya suatu zaman (kemerdekaan) setelah Nusantara kedatangan Jago Kate atau ayam jantan kecil selama seumur jagung. Hal tersebut sebagaimana telah ditulis Tjantrik Mataram dalam buku yang berjudul “Peranan Ramalan Joyoboyo dalam Revolusi Kita” dan diterbitkan N.V. Masa Baru tahun 1950. Dalam buku yang tebalnya 247 halaman tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud Jago Kate adalah negara kecil tetapi jagoan atau menang dalam perang melawan negara besar yang banyak jumlahnya. Negara jagoan tersebut tidak lain adalah Jepang yang merupakan negara kecil di Asia tetapi berhasil mengalahkan negara-negara sekutu Eropa dalam Perang Dunia pertama. Sedangkan yang dimaksud seumur jagung, bahwa tanaman jagung mulai ditanam hingga bisa dipanen membutuhkan waktu 3 sampai 4 bulan. Dan menang benar, Jepang menjajah Indonesia hanya sekitar 3,5 tahun karena mendapatkan serangan balasan dari negara-negara sekutu yang sebelumnya dikalahkan. Berbeda dengan negara-negara penjajah sebelumnya yang memakan waktu puluhan bahkan ratusan tahun lamanya berkuasa di Nusantara.
Demikian beberapa catatan yang menurut penulis penting untuk diperhatikan dalam rangka memperingati usia ke-75 tahun kemerdekaan bangsa Indonesia. Sekali lagi, menarik untuk direnungkan bahwa kemerdekaan tidak mungkin dicapai tanpa ada kemenangan, sedangkan kemenangan hanya bisa diperoleh karena adanya perjuangan. Perjuangan sendiri tidak berarti apa-apa tanpa adanya kebersamaan dan persaudaraan. Yakni persaudaraan yang dilandasi oleh rasa iklas dan pengorbanan.
Terakhir, penulis tertarik untuk menyitir pesan dari bapak bangsa dari India, Mahatma Gandi yang perlu 樂威壯 kita renungkan yaitu ;
“Kekuatan tidak berasal dari kemenanganmu, tetapi perjuanganmulah yang mengembangkan kekuatanmu. Ketika kamu melewati waktu-waktu sulit dan memilih untuk tidak menyerah, itulah arti dari kekuatan.”
Dirgayu Bangsaku. Jayalah Negeriku, Republik Indonesia. Di usia yang ke-75 tahun ini, semoga Allah SWT meridloi dan memberi kekuatan pada kita semua untuk bisa menjaga anugerah kemerdekaan ini dengan karya-karya terbaik kita. Wallahu’alam..
sumber gambar: IBTimes.ID