Etik Purwaningsih
Sexisme merupakan suatu bentuk ketidakadilan atau rasa tidak suka terhadap suatu hal karena adanya perbedaan gender atau jenis kelamin. Hal tersebut muncul bisa disebabkan oleh adanya rasa mendominasi atau derajatnya paling tinggi. Laki-laki maupun perempuan bisa saja menjadi korban dari pelaku sexis, namun mayoritas korbannya adalah perempuan.
–Etik Purwaningsih–
Berbicara masalah perempuan mungkin tidak akan ada habisnya. Perempuan sering kali disudutkan dengan penyebutan yang kurang enak. Banyak ucapan-ucapan sexis yang dilontarkan kepada perempuan, baik itu berasal dari laki-laki ataupun sesama perempuan. Apakah kalian pernah melontarkan kalimat yang mengandung sexisme? Atau mungkin tidak pernah sama sekali?
Sepertinya kita semua pernah melontarkan ucapan yang bernada sexis. Sebelum berlanjut, apakah kalian sudah tau definisi dari sexisme? Mungkin mayoritas dari kita belum tau apa yang dimaksud sexism atau bahkan belum pernah mendengar sama sekali tentang sexisme.
Menurut Salama, sexisme mulai muncul ketika adanya suatu Gerakan Pembebasan Perempuan pada tahun 1960. Saat itu para feminis mulai lantang lebih bersuara keras mengenai sexisme daripada male chauvisme karena tekanan terhadap perempuan semakin meluas dan terjadi hampir di seluruh lapisan masyarakat.
Sexisme merupakan suatu bentuk ketidakadilan atau rasa tidak suka terhadap suatu hal karena adanya perbedaan gender atau jenis kelamin. Hal tersebut muncul bisa disebabkan oleh adanya rasa mendominasi atau derajatnya paling tinggi. Laki-laki maupun perempuan bisa saja menjadi korban dari pelaku sexis, namun mayoritas korbannya adalah perempuan. Sexism juga dapat berarti mengunggulkan salah satu gender atau jenis kelamin. Bentuk-bentuk dari sexism dapat berupa pelecehan seksual dan diskriminasi.
Perempuan itu penggoda!
Perempuan lemah!
Dasar betina!
Beberapa ucapan di atas adalah salah satu dari banyak contoh yang terjadi di sekitar kita, ucapan seperti itulah yang disebut bernada sexis. Padahal definisi dari betina jika dilihat di KBBI merujuk pada penyebutan salah satu jenis kelamin binatang. Mungkin, hal tersebut dianggap sangatlah sepele atau sudah dibiarkan saja oleh masyarakat dan didukung juga oleh budaya patriarki yang sudah mengakar. Mereka tidak memikirkan dampak apa yang diakibatkan dari ucapan tersebut. Secara tidak langsung, hal tersebut akan mempengaruhi psikis dari korban, dia akan merasa tidak berguna dan tidak berharga. Mereka akan terbayang-bayangi oleh ucapan-ucapan yang dilontarkan padanya. Mungkin bagi sebagian orang itu adalah hal biasa, namun bisa jadi beda bagi orang lain. Ucapan sexisme harusnya lebih dihindari lagi bukan malah digunakan sebagai bahan lelucon. Dengan melontarkan ucapan yang bernada sexis berarti kita kurang menghargai atau bahkan merendahkan dari salah jenis kelamin. Baik perempuan ataupun laki laki perlu untuk dihargai dan dihormati.
Beberapa bulan lalu, ada salah satu pejabat publik yang melontarkan statemen bernada sexis, yaitu Bupati Lumajang. Beliau mengucapkannya saat mengisi webinar yang membahas mengenai BLT, beliau berucap bahwa sebagian penyaluran dari dana BLT itu kurang tepat sasaran, ada yang secara ekonomi sudah masuk kategori berkecukupan mendapatkan BLT sedangkan janda tua yang berumur 60 tahun yang kehidupannya jauh dari kata kayak malah tidak mendapatkan BLT. Hal tersebut harus segera ditindaklanjuti dan dikaji lagi mengenai datanya agar tidak menjadi masalah sosial, kecuali itu janda yang berusia 20 tahun jangan dikasih BLT tapi dicarikan suami saja. Dengan adanya fenomena tersebut, itu menandakan bahwa masih banyak dari masyarakat kurang mempunyai sensitivitas terhadap gender terlebih lagi itu pejabat publik yang segala ucapan atau tindakannya akan menjadi sorotan. Jika pejabat saja masih patriarki bagaimana dengan masyarakat yang masih awam. Statemen tersebut mungkin dianggap sebagai lelucon tapi apakah untuk membuat lelucon harus merendahkan atau melecehkan?
Terlebih lagi Negara Indonesia saya rasa kurang ramah terhadap perempuan, hal itu dibuktikan dengan dicabutnya RUU PKS dari prolegnas, alasan dicabutnya dari daftar prolegnas katanya pembahasannya dirasa sangat sulit, namun apakah jika mengalami kesulitan dalam pembahasan solusinya adalah mencabutnya? Bukannya malah dikaji lagi lebih mendalam tapi malah mencabutnya. Padahal jika ada regulasi hukum yang memadai mungkin kita akan dapat menekan kasus pelecehan seksual dan lebih berhati-hati lagi dalam berucap.
Dalam hal diskriminasi sangat terlihat jelas di lingkungan sekitar kita. Seperti halnya gaji saat bekerja, laki-laki cenderung digaji lebih tinggi dibanding perempuan dikarenakan dianggap lebih banyak mengeluarkan tenaga. Perihal posisi dalam pekerjaan, perempuan akan sulit untuk bisa dipandang pantas dalam hal memimpin karena dianggap tidak mempunyai skill leadhership dan dianggap terlalu memakai perasaan saat mengambil keputusan. Jika pemimpin perempuan, mungkin dia sangat vokal saat ada rapat, mungkin dia juga menunjukkan beberapa keberhasilan baru dia bisa dilirik untuk bisa dijadikan kandidat pemimpin. Beda lagi dengan laki-laki, mereka menganggap laki-laki sangat rasional, mempunyai skill leadhership dan dianggap kuat untuk bisa menjadi pemimpin, bahkan laki laki saat masih terlihat potensinya saja sudah cukup untuk bisa dijadikan sebagai pemimpin. Hal tersebutlah yang membuat perempuan selalu dianggap kemampuannya di bawah laki-laki. Hal itu didukung dengan masih melekatnya budaya patriarki dalam masyarakat bahwa perempuan hanyalah makhluk yang lemah dan tidak bisa jika dihadapkan dengan sesuatu yang sulit seperti mengambil keputusan yang beresiko.
Kita harus melawan tindakan sexisme ini dengan cara mengurangi ucapan-ucapan yang merendahkan orang lain, baik itu perempuan dan laki laki. Lebih mengedukasi diri sendiri agar tidak melontarkan ucapan yang bernada sexis terhadap orang lain. Baik laki-laki maupun perempuan dirasa memiliki peran penting, karena jika pola pikir kita tidak berubah, hal semacam ini tidak akan bisa dihilangkan, seperti pola pikir bahwa laki-laki memiliki derajat lebih tinggi dari perempuan misalnya. Padahal, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai derajat yang sama di mata Tuhan, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Kesadaran untuk saling menghargai dan menghormati dirasa sangat perlu untuk bisa melawan sexisme.
sumber gambar: micmacplanet-wordpress.com