Realitas santri pada lingkungan pondok pesantren nantinya membawa arus perubahan dalam masyarakat dewasa ini, sehingga santri juga ikut andil dalam menghadapi isu tentang radikalisme atau fanatik dalam agama.
_Abdul Aziz_
*Abdul Azis
Sesungguhnya ketika kita menyebut nama Islam, maka bagi orang yang paham tentang agama ini, secara otomatis akan memahaminya sebagai petunjuk hidup moderat. Karena pada hakikatnya Islam ialah agama yang rahmatan lil’alamin pembawa rahmat bagi seluruh alam. Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam agama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan maupun ekstrem kiri dalam arti seimbang dan tidak melampaui batas. Moderasi adalah suatu komitmen pada agama tanpa dikurangi atau dilebihkan dan moderasi agama ialah jalan tengah yang mengedepankan keadilan, dimana beragama atau berperilaku menjalankan agama dengan porsi yang telah ada. Wajah moderasi Islam nampak dalam hubungan harmoni antara Islam dan kearifan lokal budaya sebagai warisan budaya nusantara, moderasi agama juga berperan besar dalam mendialogkan Islam dan modernitas. Islam tidak dalam posisi menolak atau menerima secara menyeluruh, melainkan tetap mengedepankan sikap kritis sehingga moderasi tumbuh menjadi nilai positif dengan memasukan spirit Islam dengan kearifan lokal budayanya.
Istilah santri seperti dikutip dari buku kebudayaan Islam di Jawa Timur, karya M. Habib Mustopo, mengatakan kata santri berasal dari bahasa sangsakerta. Yaitu sastri yang berarti “melek huruf” atau “bisa membaca”. Versi ini terhubung dengan pendapat C.C. Berg yang menyebut istilah santri berasal dari kata shastri yang dalam bahasa india berarti “orang yang mempelajari kitab-kitab suci”. Pendapat lain tentang makna santri juga dipaparkan oleh ketua umum PBNU, KH. Said Aqil Siroj. Santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para kyai. Para kyai itu belajar islam dari guru-gurunya yang terhubung sampai Nabi Muhammad SAW, santri menerima ajaran Islam dengan menyebarkan dengan pendekatan budaya yang berakhlakul karimah. Bergaul dengan sesama yang baik santri juga menghormati budaya, bahkan menjadikan sebagai infrastruktur agama, kecuali budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Santri itu jelas adalah orang-orang yang menindaklanjuti dakwah dengan budaya seperti yang dilakukan walisongo.
Moderasi sangat erat kaitanya dengan dinamika santri, karena pada dasarnya santri atau seseorang yang sedang menimba ilmu agama di pondok pesantren biasanya mendapatkan pelajaran atau ilmu yang dibekali oleh pesantren, namun tak bisa dipungkiri apabila maraknya pondok pesantren di Indonesia sebagian dijadikan tempat untuk menanamkan ideologi atau paham radikalisme. Maka peranan pondok pesantren sangatlah berpengaruh pada kondisi lingkungan masyarakat sekitar, sehingga pondok pesantren ikut andil dalam menyelesaikan permasalahan pada masyarakat. Peranan pondok pesantren dalam masyarakat ialah mendidik moral atau akhlak supaya lingkungan sekitar dapat menjadi lebih baik serta tertanamkan nilai religius, demikian juga dengan santri yang taat pada dawuh kyai. Ketika santri dihadapkan dengan orang yang lebih tua secara tidak langsung ia sangat menghormati karena sudah terbiasa diajarkan dalam pesantren, kebiasaan positif yang ditanamkan oleh pesantren ini nantinya diterapkan pada masyarakat. Bagaimana cara menghormati orang lain, menghargai orang lain, dan sikap saling tolong-menolong yang diajarkan oleh pesantren. Maka dari itu pesantran ikut andil dalam mendidik karakter masyarakat inilah yang kadang dilupakan oleh pemahaman kita dalam dunia pendidikan.
Realitas santri pada lingkungan pondok pesantren nantinya membawa arus perubahan dalam masyarakat dewasa ini, sehingga santri juga ikut andil dalam menghadapi isu tentang radikalisme atau fanatik dalam agama. Pada pondok pesantren salaf biasanya cenderung lebih mengambil sikap (tasamuh) toleransi dalam hal pemahaman mengenai agama, seperti realitasnya santri dihadapkan dengan perilaku sosial dalam pesantren yang mendidik secara emosional agar santri bisa menyelesaikan permasalahan yang ada dalam masyarakat sekitar. Kebiasaan dalam pesantren seperti biasanya adanya agenda majelis zikir atau kegiatan keagamaan dan (batsul masail) kajian kitab yang mendukung santri dalam berprilaku religius, sehingga membentuk karakter pada santri dalam pemahaman mengenai agama, bagi santri agama bukan untuk diperdebatkan, berbeda pendapat tak jadi masalah. Namun yang lebih penting dari agama ialah menghayati dan mengamalkan apa yang sudah dinobatkan dalam Islam bahwa kita sebagai muslim wajib mencari ilmu dan mengamalkannya.
Pentingnya moderasi dalam beragama yakni bagian dari bangsa Indonesia yang mana kita ketahui agama di Indonesia bukan hanya Islam saja, yakni Islam, Hindu, Budha, Kristen, Konghucu. Semua agama pada dasarnya mengajarkan kebajikan, namun yang membedakan ialah pemahaman mengenai agama dan bagaimana cara kerja agama tersebut dijalankan oleh pemeluknya.
Melalui realitas sosial dalam hal agama santri lebih mengedepankan nilai (tasamuh) toleransi dalam mengambil sikap krtitis terhadap dinamika sosial, santri juga ikut mendialogkan Islam dan modernitas sehingga tidak dalam posisi menolak atau menerima secara menyeluruh tentang Islam radikal. Tapi santri juga mengambil sikap at-tawasuth (sikap tengah) dalam memamahami sumber-sumber agama.
sumber gambar: jalandamai.org
*mahasiswa Sosiologi Agama IAIN Kediri