Salah satu filsafat orang Jawa yang selalu terngiang di benak saya ialah “Nrimo ing pandum” artinya kita menerima segala sesuatu yang datangnya dari Allah SWT. Virus corona tidak begitu menyeramkan jika kita selalu ber-husnudzon pada Allah SWT. Di balik kesusahan ada hikmah yang dapat diambil.
–Lina Mufarida–
Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi pada pembaca tentang perspektif budaya Jawa mengenai pandemik virus Covid-19. Saya kira, teman-teman yang membaca tulisan ini sudah paham apa itu virus Covid-19 atau virus Corona. Virus corona ini datang tanpa ada yang mengundang, membuat semua orang merasakan susah dan duka bersama. Tidak hanya di Indonesia saja, virus corona juga menyerang beberapa negara di belahan dunia seperti Malaysia, Amerika, Filipina, Saudi Arabia, dan lain sebagainya. Kehadirannya mampu merubah pola kehidupan kita, baik itu dari segi kesehatan, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
Pemerintah terus melakukan upaya dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona ini. Kebijakan demi kebijakan diinstruksikan pada masyarakat, mulai dari work from home, physical distancing, PSBB sampai yang baru-baru ini diterapkan yaitu New normal. Melalui kebijakan tersebut, selain efektif memutus mata rantai penyebaran virus corona, kebijakan ini juga menimbulkan beberapa masalah di kehidupan kita.
Lihat saja work from home, yakni himbauan dari pemerintah untuk melakukan pekerjaan di rumah saja. Hal ini membuat keresahan yang seperti penulis rasakan, yang mana perkuliahan saya terpaksa harus dilakukan di rumah secara daring. Saya pikir sistem belajar daring ini kurang efektif untuk siswa-siswi. Kendala yang dihadapi beraneka macam, seperti materi pembelajaran sulit dipahami, interaksi sosial antara guru dan siswa terbatas, apalagi jika kondisi rumah siswa di tempat yang susah akses internet atau signal lemah, mereka akan ketinggalan pelajaran.
Selain work from home, Virus Corona membuat kita jadi mengenal istilah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). PSBB menurut saya adalah suatu kebijakan Pemerintah guna memutus penyebaran virus corona dengan cara membatasi aktivitas sosial di wilayah yang banyak terinfeksi virus Corona. Sedikit cerita, waktu itu saya mengantar teman saya pergi ke Polsek untuk mengambil perpanjangan masa berlaku SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Terjadi obrolan di antara kita, dia bercerita kalau dia terkena PHK dari pabrik tempat dia bekerja. Pabrik yang berdiri di Kota Sidoarjo tersebut meliburkan hingga melakukan pengurangan jumlah karyawan saat PSBB diterapkan di situ. Saya sedih mendengar itu, kondisi ini membuat pengangguran semakin banyak dan dapat meningkatkan angka kriminalitas pula. Banyak siaran berita di televisi menayangkan kasus pencurian dan perampokan dengan motif kehilangan mata pencaharian. Mereka menghalalkan segala cara agar tetap dapat memenuhi perekonomian keluarganya.
Nah teman-teman, dalam buku karya Wirawan yang berjudul Konflik dan Manajemen Konflik, saya mendapat inspirasi setelah membacanya. Kalian tahu apa yang saya peroleh dari buku tersebut?. Ya, saya memahami bagaimana seharusnya saya menyikapi hal di atas. Buku tersebut memuat fenomena konflik serta teori resolusi konflik. Pada buku ini saya ingin fokus pada poin “perspektif budaya Jawa” mengenai konflik. Poin ini menjelaskan tentang prinsip dasar filsafat jawa. Dua prinsip dasar masyarakat Jawa agar menjalankan kehidupan dengan harmonis adalah prinsip rukun dan prinsip hormat. Kita sebagai manusia diciptakan tidak sama, misalnya hierarki status dan peran. Hubungan status antara pemerintah dan rakyatnya, dalam masyarakat Jawa mempunyai kewajiban untuk saling menghormati agar terjalin kerukunan. Dengan demikian, kita sebagai rakyat biasa harus menghormati apa yang telah pemerintah tetapkan sebagai kebijakan dalam upaya memutus penyebaran virus corona ini. Dan pemerintah juga berkewajiban memberikan toleransi pada masyarakat yang tidak bisa melakukan kebijakan dengan alasan tertentu. Jika prinsip rukun dan hormat ini diterapkan maka kehidupan akan harmonis. Hubungan yang harmonis akan mengarah pada perilaku saling tolong menolong dan gotong royong. Dan keadaan ini akan lebih efektif dalam bersama-sama melawan penyebaran virus corona.
Selain itu, budaya jawa juga terkenal dengan pitutur atau petuahnya. Jika pitutur itu diterapkan dalam situasi konflik, maka akan membantu dalam meredam konflik. Misalnya saja pada fenomena yang penulis jelaskan di atas. Salah satu filsafat orang Jawa yang selalu terngiang di benak saya ialah “Nrimo ing pandum” artinya kita menerima segala sesuatu yang datangnya dari Allah SWT. Virus corona tidak begitu menyeramkan jika kita selalu ber-husnudzon pada Allah SWT. Di balik kesusahan ada hikmah yang dapat diambil. Mari kita renungkan sejenak teman-teman. Dengan adanya work from home, kita jadi lebih dekat dengan keluarga. Aktivitas kita banyak yang dilakukan bersama keluarga walaupun sekedar menonton TV bersama. Itu merupakan nikmat yang selalu dirindukan oleh orang-orang yang harus beraktivitas di luar rumah dan sedikit waktu bersama keluarga.
Tidak hanya efek dari work from home yang memiliki sisi positif, kebijakan PSBB juga membawa efek yang positif juga. Contohnya Kota Surabaya, setelah resmi mendapat izin untuk menerapkan PSBB, efek yang ditimbulkan mulai bermunculan. Mungkin sebagian dari kalian tahu video yang sempat viral di media sosial yaitu aksi crazy rich surabaya Tom Liwafa. Dalam video yang diunggah, Tom bersama temannya membagikan sembako dan uang tunai jutaan rupiah pada orang yang bekerja di jalanan. Aksi tersebut salah satu contoh bahwa kebijakan PSBB yang membuat jatuh perekonomian pekerja informal dapat menggerakkan orang untuk berempati.
Kita kembali pada “nrimo ing pandum“, jangan mengartikan petuah ini sebagai alasan kita untuk pasrah menerima pandemik virus corona tanpa adanya usaha atau ikhtiar melawan penyebarannya. Benar kita menerima keadaan ini dengan ikhlas, namun harus dibarengi dengan ikhtiar tentunya. Ikhtiar ini banyak sekali versinya, misalnya versi kita sebagai rakyat biasa yaitu disiplin jaga jarak, memakai masker, tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan, sering cuci tangan, menyemprot disinfektan, dan lain sebagainya. Sedangkan versi tenaga medis yaitu fokus untuk menyembuhkan orang-orang yang terinfeksi virus corona agar tidak menularkan pada yang lainnya. Intinya kita semua berikhtiar sesuai versi masing-masing dan jangan lupa selalu berdo’a pada Allah SWT.