Kamis, 30/09/2021 Program Studi Sosiologi Agama (SA) IAIN Kediri mengadakan bedah film yang bertajuk Refleksi Kebangsaan dan Pemutaran Film Dokumenter “Senyap”. Acara yang diinisiasi oleh HMPS SA bekerja sama dengan Prodi SA mampu menyedot perhatian peserta yang sebagian besar mahasiswa. Begitu senyap dalam hampaan, begitulah kiranya yang mungkin kurang lebih tepat menggambarkan perasaan hadirin yang campur aduk akibat pemutarbalikan fakta sejarah yang “sebenarnya” sebab perbedaan sudut pandang. Sesenyap film yang diputar.
Penggalan film dokumenter “SENYAP” Ini merupakan kelanjutan dari film “JAGAL” yang dibuat oleh Joshua Oppenheimer pada tahun 2012 dan di launching pada tahun 2014. Namun film ini tidak mendapatkan izin lulus sensor penayangan di Indonesia meski mendapat banyak penghargaan di kancah dunia. Jika diperhatikan dengan seksama, pesan dari film ini lebih banyak disampaikan melalui ekspresi wajah daripada perkataan. Hal tersebut terlihat dari kegeraman yang tertahan dari wajah Adi Rukun dan wajah-wajah bingung dari pelaku dan keluarganya ketika mereka tahu Adi berasal dari sisi korban yang mereka bunuh dahulu. (read: Adi Rukun merupakan adik seorang korban pembunuhan massal 1965 yang bernama Ramli yang dituduh sebagai PKI, ia melakukan pencarian atas apa yang terjadi pada sang kakak). Secara teknis film ini memiliki kelebihan, diantaranya: pertama, Joshua menggunakan beberapa pendekatan, di mana Joshua mendatangi orang-orang yang secara data adalah para pejabat atau pelaku, dia mewawancarai dan merekamnya, selanjutnya yang menjadi bagian korban atau keluarga dan kemudian dicrosscheck dengan Adi menonton penggalan pengakuan para jagal yang menjadi shootingan Joshua. Dan terbukti, keseluruhan pelaku jagal mengaku bela negara. Kedua, film senyap ini sangat terkait dengan peristiwanya karena melibatkan keluarga korban yang menjadi saksi. Ketiga, apa yang terjadi di tahun 1965 para pelaku selalu menyebut dirinya sebagai organisasi massa.
Film SENYAP telah menggambarkan sosok Adi dan keluarganya yang harus berjuang dan melawan ketidakadilan. Layaknya sebuah dendam, Adi harus mencari tahu dalang dibalik terbunuhnya salah satu anggota keluarganya. Pada akhirnya, Adi hanya mendapat permintaan maaf sekali dari pihak keluarga pelaku. Mereka lebih banyak yang memintanya untuk melupakan masa lalu. Film ini banyak mengulang kalimat “yang lalu, biarlah berlalu” berkali-kali. Padahal yang diminta Adi yaitu pengakuan menyesal atau tidak dari pelaku. Melalui film SENYAP ini kita telah diberikan contoh praktis bagaimana sebuah rekonsiliasi antara korban dan pelaku diupayakan.
“Bacalah sejarah dari pertanyaan anda yang paling kritis sekali jangan hanya menerima apa yang sudah anda terima karena sejarah dapat menjawab persoalan hari ini”, kaprodi SA. (Ris_pen)