Menurut Harry A. Poeze kenapa Tan Malaka disebut sebagai bapak Republik karena dalam buku Menuju Republik Indonesia ia membentuk pengertian baru. Karena Tan Malaka yang pertama memakai kata tersebut maka disebutlah sebagai Bapak Republik Indonesia karena jauh sebelum Soekarno-Hatta memakai istilah Republik Indonesia.
_Aminatul Kurnia_
*Aminatul Kurnia
Pagi itu saya berkesempatan berziarah ke makam Bapak Republik Tan Malaka yang berada di Desa Selopanggung. Ingatan saya kembali ke masa sekolah dahulu kenapa saya tidak mengenal sosoknya ? Bagaimana bisa seorang konseptor republik yang seolah-olah dihilangkan dari buku-buku sejarah ? ternyata bukan tanpa alasan Tan Malaka yang identik dengan gerakan kiri membuat sosok Tan Malaka dimaknai negatif, sehingga pada masa Orde Baru namanya diabaikan dari catatan sejarah.
Hal berbeda dialami masyarakat Desa Selopanggung Dusun Ledok khususnya yang sudah sejak kecil mereka mengenal sosok Tan Malaka dari cerita turun-temurun dari kakek nenek mereka. Di mata masyarakat Tan adalah “pejuang sing berjuang ngusir Londo” dari ucapan singkat itu adalah sebuah realita bahwa besarnya nasionalisme mereka. Walaupun mereka tahu banyak kontra di luar sana yang mengaitkan Tan Malaka dengan Komunis. Sikap nasionalisme mereka juga tercermin dalam ritual ziarah kubur secara terjadwal mereka laksanakan di pusara Tan Malaka.
Bagi Tan Malaka Komunisme dan Sosialisme adalah sebuah alat dengan tujuan Republik Indonesia merdeka 100 %. “Ketika saya menghadap Tuhan saya seorang muslim, manakala saya berhadapan dengan manusia saya bukan muslim karena dimata Tuhan sendiri ada banyak setan di antara manusia” (Cuplikan pidato Tan Malaka di Kongres Komunis ke IV di Moskow).
Tidak ada jalan diplomasi untuk kemerdekaan dengan pemikiran tersebut yang membuat ia berseberangan dengan Soekarno dan Hatta sehingga membuatnya memilih jalan oposisi dengan jalan bergerilya. Menurutnya “Orang tidak akan berunding dengan maling di rumahnya” (Pidato Tan Malaka di rapat pertama persatuan perjuangan ke-1 di Purwokerto).
Sisi lain dari Tan Malaka selain sebagai pejuang kemerdekaan ia juga adalah seorang guru. Bagi Tan Malaka pendidikan adalah nomor satu mana mungkin bangsa Indonesia bisa sejajar dengan bangsa lain kalau pendidikan masih terbelakang. Sehingga, ia berfokus mengajar anak-anak
buruh dengan mendirikan sekolah rakyat di Semarang. Namun ini dianggap ancaman untuk kolonialisme dan akhirnya ia ditangkap dan diasingkan ke Belanda.
Pada tahun 1924 dalam masa pelarian ia menulis buku yang paling terkenal yaitu Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) dianggap fenomenal karena sudah membicarakan bentuk negara Indonesia sebagai bentuk Republik. Bahkan buku ini disebut-sebut sebagai Inspirasi Soekarno-Hatta untuk merumuskan seperti apa Indonesia di kemudian hari.
Menurut Harry A. Poeze kenapa Tan Malaka disebut sebagai bapak Republik karena dalam buku Menuju Republik Indonesia ia membentuk pengertian baru. Karena Tan Malaka yang pertama memakai kata tersebut maka disebutlah sebagai Bapak Republik Indonesia karena jauh sebelum Soekarno-Hatta memakai istilah Republik Indonesia.
Ia juga mendirikan partai politik Murba, partai politik dengan ideologi nasionalis-komunis. Pemikiranya yang dianggap antidiplomatik oleh beberapa pihak dianggap sebagai ancaman gerakannya dan harus ditumpas. Dalam gerilya menyusuri Gunung Wilis, di Desa Selopanggung-Kediri, Tan malaka ditangkap oleh Letnan Dua Sukotjo dari Batalyon Sikatan Divisi Brawijaya. Pada 21 Februari 1949 ia dieksekusi mati di Kediri oleh Suradi Tekebek, orang yang diberi tugas Sukotjo. Bahkan kematiannya tanpa dibuatkan laporan kemudian pada tahun 1963 Soekarno memberikan gelar Pahlawan Nasional kepadanya. Namun dalam pemerintahan Soeharto nama Tan Malaka seperti dihapus dalam buku sejarah karena mempunyai latar belakang komunisme.
Ialah orang yang pertama kali memperkenalkan gagasan Republik Indonesia. Ia juga juga dikenang sebagai pejuang yang berani dan ikhlas berjuang untuk kemerdekaan Indonesia tanpa menginginkan jabatan dan imbalan. Bahkan, ia pernah dipenjara 13 kali menjadi buronan polisi rahasia di 11 negara 2 benua memiliki 23 nama samaran dan hidup 20 tahun dalam pelarian dan menguasai 8 bahasa.
Tan Malaka akan selalu dikenal sebagai pemikir yang gagasan-gagasanya tak akan pernah hilang. Seiring dengan banyak diskusi-diskusi dan tulisan yang membahas gagasanya. Menurut saya sudah saatnya sejarah tentang Tan Malaka terbuka dan tidak mengampangkan istilah komunis dengan PKI dan dikaitkan dengan pemberontakan 1926 yang terjadi dengan sosok Tan Malaka. Karena Tan Malaka sendiri mengagap PKI tidaklah penting yang terpenting adalah persatuan Indonesia melawan Kolonialisme.
Mungkin tulisan ini hanya secuil mengambarkan sosok Tan Malaka. Apabila pembaca ingin lebih jauh mengenal sosoknya saya merekomendasikan buku karya Harry A. Poeze dengan judul Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia seorang peneliti asal Belanda yang mendedikasikan hidupnya untuk meneliti Tan Malaka.
Makam Tan Malaka berada di satu area dengan pemakaman umum masyarakat Desa Selopanggung sebuah lembah yang dikelilingi persawahan warga desa dengan udara yang sejuk dan pemandangan yang indah. Semakin menambah rasa khidmat melantukan ayat-ayat untuk beliau Tan Malaka. Terimakasih sudah berjuang untuk Indonesia.
“Ingatlah bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada di atas bumi” – Tan Malaka (Kutipan buku Dari Penjara Ke Penjara jilid II, 1948)
sumber gambar: suara.com
*Mahasiswi Sosiologi Agama IAIN Kediri