Menurut Marx “agama adalah candu bagi masyarakat”
Mubaidi Sulaiman*
PARA PEMBUNUH TUHAN GENERASI PERTAMA: KARL MARX (4)
Karl Marx (1818-1883) adalah seorang filosuf yang sangat popular dan paling kontroversial sepanjang sejarah pemikiran manusia. Marx adalah penggagas sosialisme ilmiah yang cukup mumpuni sepanjang pergolakan politik dan ekonomi Eropa pada Abad Pencerahan. Bukan karena gerakan-gerakan yang Marx dirikan sebagai faktor utama yang menjadikannya besar, melainkan karena pemikirannya yang mempengaruhi filosuf-filosuf besar yang lain di masanya maupun setelahnya.
Marx dilahirkan dari keluarga Yahudi miskin yang kurang loyal terhadap keyakinan mereka, hal ini disebabkan oleh gerakan anti-semit dan kemiskinan yang mereka alami di Jerman pada abad pertengahan Eropa. Moyang Marx adalah seorang Rabi Yahudi, namun orang tuanya mengganti keyakinan mereka menjadi Kristen demi kehidupan yang layak dan sejahtera. Dan pergolakan kehidupan keluarganya inilah yang mempengaruhi pemikiran tentang agama Marx di kemudian hari.
Pemikiran-pemikiran Marx selain dipengaruhi filsafat Hegelianisme, juga sangat dipengaruhi oleh sosialisme Perancis. Hal ini dibuktikan dengan Marx yang banyak berkunjung ke kota-kota di Perancis pada tahun 1848 untuk mendalami sosialisme Perancis. Di Perancis Marx bertemu dengan Engels yang menjadi manager di sebuah pabrik sepatu di Manchester. Melalui Engels inilah Marx mendapatkan pengetahuan tentang kondisi tenaga kerja dan perekonomian Inggris.
Marx turut andil dalam Revolusi Perancis dan juga Revolusi Jerman pada tahun 1848. Karena keterlibatannya tersebut, maka hal ini memaksanya untuk mencari suaka perlindungan ke Inggris pada tahun 1849. Di Inggris Marx menjalani kehidupan yang penuh derita karena kemiskinan hingga menyebabkan kematian anak-anaknya. Tetapi Marx tidak pernah putus asa dalam membangun keilmuannya dengan penuh semangat dan kerja keras dengan menghabiskan sisa hidupnya di perpustakaan London dan menghasilkan sebuah karya agungnya “Das Capital”.
Baca Juga: Karl Marx; Kenali Aku, Maka Aku Mengenalmu!
Marx menyebut dirinya sebagai materialis, tetapi bukan jenis materialis pada abad ke-18. Tipe materialis Marx masih di bawah pengaruh dialektika Hegel, maka sering disebut materialisme-dialektika. Berbeda dengan materialisme tradisional dalam beberapa sudut pandang Marx, materialisme Marx lebih dekat kepada instrumentalisme John Dewey pada abad ke-20.
Materialisme tradisional menurut Marx adalah keliru karena menganggap penginderaan bersifat pasif terhadap aktivitas objek. Menurut Marx semua penginderaan dan pencerapan merupakan interaksi antara subjek dan objek, apabila objek lepas dari aktivitas penginderaan atau pencerapan maka hal itu absurd, karena masih mentah untuk dijadikan bahan mentah proses pengetahuan. Marx berpendapat bahwa kebenaran pikiran adalah realitas dan kekuasaan yang harus diperagakan atau dipraktikkan dalam suatu tindakan. Pertentangan antara realitas pikiran dan non-realitas pikiran yang terpisah dari praktik merupakan pertanyaan skolastik murni dan tak perlu dijawab karena bukan tugas filosuf untuk menafsirkan dunia dengan berbagai cara yang dimilikinya, namun tugas mereka sebenarnya adalah mengubah dunia dengan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Filsafat Marx sendiri tentang agama bisa dikatakan sangat dikenal di kalangan sosiolog dan filosuf di kemudian hari. Menurut Marx “agama adalah candu bagi masyarakat”, maksud Marx adalah agama sebagai keluhan masyarakat yang tertindas dan terdesak, agama hanya realisasi hakikat manusia dalam angan-angan karena hakikat manusia tidak mempunyai realitas yang sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, penderitaan religius hanyalah sebagi tameng untuk mengekspresikan penderitaan yang nyata sekaligus sebagai protes terhadap penderitaan nyata tersebut.
Hasil pemikiran Marx ini sendiri meneruskan pemikiran Feuerbach yang dianggapnya masih belum selesai pada tahap ateisme yang radikal. Marx berpendapat, Feuerbach masih belum berpikir secara konkrit sebab Feuerbach menganggap remeh manusia dengan menyamakan manusia sama derajat berpikirnya dengan makhluk atau benda-benda lain. Menurut Marx, manusia haruslah dibedakan dengan binatang karena manusia makhluk yang bermasyarakat, makhluk yang terlibat dalam proses produksi, hubungan kerja, dan kepemilikan pada sesuatu. Jika berbicara tentang manusia, maka tidak bisa lewat pendekatan abstraksi, namun harus melakukan pendekatan konkrit. Hal inilah yang disebut dengan “Negara” dan masyarakat yang bersatu padu dalam proses menghasilkan suatu agama.
Baca Juga: Mereka yang “Membunuh” Tuhan (3)
Marx sependapat dengan Feuerbach yang menyatakan bahwa agama adalah proyeksi pikiran dan keinginan manusia. Namun, bedanya bila Feuerbach keinginan tersebut muncul karena manusia ingin mengetahui hakikat dirinya sebagai manusia, namun Marx berpendapat bahwa keinginan manusia tersebut ada ketika manusia berinteraksi dengan manusia lain di dalam masyarakat yang bersama-sama menggagas untuk menciptakan suatu agama tertentu di kalangan mereka. Feuerbach menurut Marx belum sampai pada kesimpulan bahwa pengasingan religius adalah sebagai suatu kenyataan sosiologis, tetapi hanya sebatas kenyataan individual.
Marx berpendapat bahwa agama memiliki fungsi yang berbeda berdasarkan pada setiap struktur masyarakat yang berbeda. Agama bagi kaum elit sebagai alat legitimasi atas tindakan yang mereka lakukan, baik ketidakadilan maupun moralitas yang disesuaikan oleh kepentingan-kepentingan yang menguntungkan mereka. Bagi kaum proletar agama sebagai pelarian dari penindasan yang mereka alami, hal ini karena mereka tidak mampu melawan struktur kelas yang amat kuat, sehingga mereka lari kepada kekuatan-kekuatan spiritual yang sebenarnya itu semua adalah khayalan-khayalan mereka sendiri.
Dari keadaan yang begitu terdesak, maka kaum proletar menciptakan Tuhannya sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka. Orang miskin menuhankan yang kaya, orang lemah menuhankan yang kuat, yang berkonflik menuhankan yang damai. Marx sendiri menolak segala bentuk ketuhanan yang ada, yang ia percayai sebagai satu-satunya Tuhan adalah pikiran. Maka dari itu dibutuhkan kehadiran sosialisme yang penuh dengan rasionalitas di tengah-tengah mereka demi kesejahteraan yang didambakan. Dengan demikian, agama akan mati secara perlahan-lahan di kemudian hari layaknya kematian Negara.
Baca Juga: Menguji Gagasan Karl Marx di Masa Pandemi Covid-19
Kritikan Marx sebenarnya ingin melepaskan agama yang dianggapnya hanya sebuah ilusi belaka dari pikiran-pikiran kaum proletar agar tidak mau untuk diperalat oleh kaum-kaum elit. Kritik agama menurut Marx harus dilanjutkan kepada kritik sosio-politik yang membuat manusia terjerumus ke dalam lembah hitam memabukkan yang bernama agama. Marx menyimpulkan bahwa kritik surga menjadi kritik dunia, kritik agama menjadi kritik hukum, kritik teologi menjadi kritik politik, sehingga manusia akan dapat menemukan dan mengembangkan hakikatnya yang nyata dan positif.
Bersambung …
Lanjut Para Pembunuh Tuhan Generasi Pertama: SIGMUND FREUD (5)
*Mubaidi Sulaiman adalah Alumni IAIN Kediri Tahun 2013 dan Peneliti dalam Studi Islam
sumber gambar: ikons.id