1,393 views

Karl Marx; Kenali Aku, Maka Aku Mengenalmu!

A. Zahid*

Kegagalan arah revolusi itu, adalah kegagalan dalam membaca situasi, sehingga aku memperbaikinya dengan cara memperbanyak penelitian yang lebih serius dalam pembacaan sistem kapitalis. Hingga keberhasilan itu aku capai pada tahun 1852 di British Museum, tentang kondisi kerja dalam kapitalisme. Dari keberhasilan ini lahirlah karya “Das Capital” (1867) -Karl Marx oleh A. Zahid-

Aku adalah Karl Marx, banyak orang menyebutku bapak Materialisme dan Sosialisme. Lahir pada tanggal 5 Mei 1818 di Trier Prusia yang memiliki latar belakang terbalik 360 % dengan jalan hidupku. Ayahku adalah seorang pengacara berkelas, aku bukan orang yang biasa. Tidak hanya itu, aku juga terlahir di tengah keluarga Rabi, walau pada akhirnya kesadaran religius ayahku harus sirna karena alasan bisnis, ia menjadi seorang Lutherian.

Tak banyak orang mengetahui kehidupan pribadiku, bahkan sedikit literatur yang menjelaskan kisah nestapa, kekhilafan dan penderitaan diriku, seorang Marx. Pada satu hari anakku meninggal, dari keterhimpitan ekonomi serta menjadi buruan pemerintah, aku tak sanggup membeli secarik kain kafan untuk membalut tubuh mungilnya. Aku juga seorang pembaca yang cukup fanatik, hampir 90% kehidupanku dihabiskan di perpustakaan sampai lupa dengan keluarga, tetapi aku tipe pria yang setia pada pasangan, walau pernah khilaf dengan pembantuku sendiri, hingga melahirkan satu orang anak, tetapi dalam persoalan kemaslahatan umat, aku berada di garda terdepan.

Aku juga seorang akademisi, di tahun 1841 aku dinobatkan sebagi doctor filsafat di Universitas Berlin. Cara berfikir Hegel semasa kuliah cukup berpengaruh, walau pada akhirnya aku harus mengkritisi cara berfikirnya yang tak memliki konsekuensi real pada realitas sosial. Setelah lulus, aku bekerja sebagai editor koran radikal. Karena kondisi politik pada waktu itu, akhirnya tempat kerjaku harus ditutup oleh pemerintah. Banyak tulisan-tulisaku berisikan tentang demokrasi, humanisme dan idealisme muda. Sebagai Marx muda yang diselimuti oleh paradigma Hegelianisme tempo dulu, aku harus berakhir pada kritik pada sang guru. Aku menolak cara berfikir Hegel serta para aktifis pada waktu itu, karena gerakan politik pada waktu itu masih prematur.

Dua tahun setelah kelulusan serta memeluk intelektual hegelian, aku tidak melupakan sifat alamiah sebagai seorang manusia. Menikah adalah cara regenerasi melalui biologis, tetapi secara intelektual perlu proses Panjang dalam pencaharian. Tepat di tahun 1843 aku menikah dengan Jenny Von Westphalen dengannya aku dikaruniai anak 7 diantaranya Jenny, Laura dan Eleanor, bersama meraka aku meninggalkan Jerman dan berpindah ke Paris. Di tempat baruku, gagasan Sosialisme Perancis dan Ekonomi Inggris menambah pengetahuan baruku.

Berada di Paris, aku dipertemukan dengan Frederich Engels. Bersamanya aku menulis Das Kapital yang harus terhenti karena kematianku. Engels bagiku, bukan sekedar teman, keluarga, namun ia seperti bayangan diriku sendiri. Cara berfikirnya pun sejalan dengan cara berfikirku, seorang sosialis yang selalu kritis atas kondisi kelas pekerja. Di tahun 1844 ucapan Engels padaku “Persetujuan penuh kita atas arena teoritis telah mejadi gambling… dan kerja sama kita berawal dari sini”. Artinya, kepercayaan gagasannya padaku terbukti dengan karyanya “The Condistion of the Working Class in England”.

犀利士

Selaras dengan Engels aku mulai menulis “The Holy Family”, dan “The German Ideology”, dua manuskrip ini ditulis bersamanya. Di tahun yang sama “The Economic an Philoshophic”, sebagai system analisis kritis mengenai ekonomi. Walaupun secara gerakan memiliki kesamaan, aku dan Engels tak seutuhnya sama, aku lebih teoritis serta setia pada keluarga, tetapi berbeda dengan Engels yang lebih condong pada praktis dan tidak percaya pada intitusi keluraga, namum perbedaan itu tak membutnya bersiggungan satu sama lain dengan persoalan jalan revolusinya.

Pada tahun 1845, pemerintah Prancis mengusirku dan akhirnya aku pindah ke Brussel, di sini aku semakin “beringas”, aku bergabung dengan gerakan revolusioner Internasional. Juga bergabung dengan Liga Komunis, di sinilah aku melahirkan karya “communist Manifesto” yang terbit pada tahun 1848. Karya yang mampu menggoncangkan hampir separuh dunia dengan semboyan “Pekerja di seluruh dunia, bersatulah..!”. Selain Brussel sebagai keberhasilaku dalam melihat gerakan revolusi, aku pun sempat mengalami kegagalan dalam revolusi tepatnya di tahun 1848, hingga akhirnya tahun 1849 aku harus berpindah ke London.

Kegagalan arah revolusi itu, adalah kegagalan dalam membaca situasi, sehingga aku memperbaikinya dengan cara memperbanyak penelitian yang lebih serius dalam pembacaan sistem kapitalis. Hingga keberhasilan itu aku capai pada tahun 1852 di British Museum, tentang kondisi kerja dalam kapitalisme. Dari keberhasilan ini lahirlah karya “Das Capital” (1867), dan dua jilid buku das capital diteruskan oleh Engels. Hingga pada tahun 1864 aku terlibat dalam aktifitas politik bergabung dengan International, dan gerakan pekerja international. Dari sinilah gagasanku mengenai cita-cita masyarakat tanpa kelas, revolusi kapitalisme, serta gagasanku selama hidupku mulai disoroti dan dipakai sebagai landasan perfikir serta arah juang revolusi.

Malangnya, tanggal 14 Maret 1883, tepat di usia 64, aku harus mengakhiri sejarah hidupku, sejarah gerakanku, dan meninggalkan keluargaku lantaran penyakit. Di sinilah akhir dari karirku, seorang Marx. Jalan panjang kehidupanku tak seindah apa yang ditulis dalam naskah dan teori-teori besarku. Menjadi seorang Marx, harus mampu mengkerutkan dahi, memeras keringat, dan berani diasingkan. Tidak hanya dibenci namun diburu untuk dikebiri. Aku adalah Karl Marx, bapak sosialisme yang gagasannya hidup sampai saat ini, kenali aku, maka aku mengenalmu.

(Sumber gambar: respublika.id)


*A. Zahid, adalah Dosen IAIN Kediri dan aktivis Lingkar Sosiologi Agama IAIN Kediri

(Visited 1 times, 1 visits today)