768 views

STIGMA SOSIAL TERHADAP ANAK BROKEN HOME

Oleh: Fina Widuri

Dewasa ini, banyak sekali kasus-kasus pertikaian dalam masyarakat terkhusus masalah keluarga yang disorot oleh masyarakat ialah kasus Broken Home. Tidak sedikit masyarakat beranggapan bahwa broken home ini bentukan atas kasus perceraian padahal broken home sendiri terjadi karena banyak faktor tidak hanya kasus perceraian saja. Lalu apa sich yang dimaksud dengan broken home?

Broken home merupakan sebuah istilah yang seringkali digunakan untuk mengungkapkan keadaan sebuah keluarga mengalami perpecahan sehingga tidak ada keharmonisan di dalamnya yang menjadikan disfungsi dalam keluarga tersebut. Membahas persoalan mengenai broken home yang arahnya kepada permasalahan dalam keluarga, teringat pada salah satu tokoh sosiologi yakni Robert K. Merton. Dari teori stuktural fungsional Robert K. Merton dapat diambil makna bahwasanya keluarga merupakan sebuah sistem yang terdiri atas substruktur dan tiap substruktur tersebut memiliki fungsinya sendiri. Keluarga juga merupakan sebuah perantara sosial yang sifatnya primer dalam melakukan sebuah kontrol sosial bagi anak-anaknya. Jika keluarga sebagai sebuah sistem yang disfungsi maka akan menjadikan keluarga tersebut tidak harmonis.

Ketidakharmonisan tersebutlah menjadi pemicu utama keadaan broken home dalam sebuah keluarga. Jadi, broken home tidak melulu terpacu pada kasus perceraian meskipun mayoritas atas dasar sebuah perceraian. Namun, ada kasus-kasus lain seperti ketidakadilan orang tua dalam menuangkan kasih sayangnya kepada anak-anaknya sehingga membuat salah satu anak menjadi tersudutkan, penekanan orang tua kepada anak yang menginginkan anaknya mengikuti semua apa yang dimau oleh orang tua padahal sang anak punya potensi sendiri yang perlu dukungan keluarga tapi malah dikekang dan masih banyak hal pemicu broken home lainnya yang tidak selalu menyoal pada kasus perceraian

Dampak yang timbul dari adanya broken home ini selalu berdampak besar pada sang anak. Dampak yang paling menonjol dan menyorot masyarakat ialah broken home karena kasus perceraian yang dampaknya pada sang anak. Dalam pandangan masyarakat anak broken home itu selalu tumbuh menjadi anak yang nakal, tidak tahu norma, selalu melakukan hal-hal negatif untuk menjustifikasi masyarakat seba犀利士 gai sebuah patologi sosial. Meskipun hal tersebut kemungkinan terjadi tetapi banyak juga diantara anak-anak broken home yang menjadi anak yang jauh lebih baik dari apa yang difikirkan masyarakat. Ada juga anak broken home yang semakin mandiri dalam menjalani hidupnya karena ia berfikir bahwa tidak ada yang bisa diandalkan dan tidak ada yang dijadikan pijakan selain berdiri diatas kakinya sendiri sehingga ia berusaha menjalani kehidupannya tanpa bergantung pada siapapun seperti mengembangkan skill akademik dan nonakademik, mencari beasiswa untuk membiayai pendidikannya sendiri.

Banyak juga anak yang memilih karirnya dengan berkaca pada pengalamannya sebagai anak broken home yang kemudian dituliskan dalam karya tulis yang menghasilkan sebuah buku sehingga ia menjadi seorang penulis hebat. Jadi anak broken home tidak melulu anak yang pada geng motor ugal-ugalan, berbau miras dan lain seabagainya banyak juga anak-anak hebat,anak-anak sukses yang latarbelakangnya ialaha anak broken home.

Siapa scih yang mau terlahir menjadi anak broken home? Siapa juga yang mau hidup dalam sebuah keluarga yang mengalami sebuah sistem yang disfungsi? Jelas, semua anak menginginkan keluarga yang harmonis dalam keluarga. Namun apa boleh buat, takdir berkata lain. Terlahir menjadi seorang anak broken home memanglah tidak mudah.

Disaat anak-anak  lain mendapatkan kasih sayang seutuhnya mereka berusaha kuat menyayangi dirinya sendiri didalam berbagai kondisi dan situasi. Mereka selalu diposisikan sebagai anak yang disepelekan belum lagi prognosa jelek dari masyarakat yang terus menjustifikasi anak broken home itu ialah anak-anak yang nakal yang tidak tau aturan padahal hal-hal yang membuat mereka menjadi anak yang selalu bertingkah negatif ialah konstruk dari masyarakat itu sendiri. Selain kurangnya kasih sayang, beban-beban berat yang dipikul dan dipendam sendirian. Mental health anak broken home juga diserang habis-habisan. Hal tersebut lah yang menjadikan anak broken home menjadi semakin minder dan berkecil hati.  Yakin masih masih mau terus-terusan menjustifikasi anak broken home di tengah perjuangan mereka dengan segala cara agar bisa menangguhkan dirinya?

            Yuk saling memahami dan bisa memposisikan diri saja, bagaimana jika posisi kalian seperti itu, kata orang jawa Urip Kui Sawang Sinawang. Bantu rangkul mereka yang sedang kondisi terpuruk agar terarah ke hal postif.

*artikel tugas akhir matakuliah sosiologi keluarga

** Mahasiswa Prodi Sosiologi Agama

sumber gambar: https://www.hipwee.com

(Visited 70 times, 1 visits today)