1,701 views

Melestarikan Jaranan di Zaman Modern

Pada dasarnya setiap kesenian merupakan ajang atau persembahan untuk menghibur seseorang yang menonton, akan tetapi dalam isi yang diperagakan oleh aktor yang terlibat dalam jaranan memiliki makna mendalam, yang mengajarkan bagi setiap individu dalam meniti kehidupan.

_M. Kamalurrozak_

M. Kamalurrozak

Kebudayaan adalah salah serangkaian kegiatan yang dihasilkan oleh manusia dari beberapa proses yang diaktualisasikan dalam bentuk real atau nyata sebagai adanya hasil cipta, rasa, dan karya manusia untuk mencapai dalam memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu hal dalam kehidupan. Pada dasarnya manusia yang dijadikan sebagai sumber pengetahuan hal ini tidak terlepas dari adanya konstribusi yang berupa menciptakan hal yang bersifat kebudayaan, serta sebagai salah satu bentuk yang dapat dinikmati oleh manusia yang lain. Menurut koentjaraningrat, kebudayaan manusia terdiri dari yang bersifat universal yakni sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, dan kesenian.

Dimana dalam hal ini salah satu kebudayaan ada di Indonesia yang dalam hal yang berada di wilayah kediri adalah jaranan. Jaranan merupakan kebudayaan yang telah diciptakan oleh manusia dari adanya cipta, rasa dan karya yang tidak terlepas untuk dapat dijadikan sebagai penikmat bagi manusia yang lain (hiburan). Jaranan merupakan kebudayaan berupa kesenian dengan memadukan alat yang seperti jaranan sebagai media dalam melakukan aksi kesenian, serta adanya irama atau musik dari gamelan sebagai pengiring di kebudayaan tersebut. Kebudayaan yang berupa kesenian jaranan telah ada sejak dulu, sehingga kemunculan kesenian jaranan hingga kini disebut sebagai salah satu cara untuk melestarikan kesenian tradisional. Pada dasarnya setiap kesenian merupakan ajang atau persembahan untuk menghibur seseorang yang menonton, akan tetapi dalam isi yang diperagakan oleh aktor yang terlibat dalam jaranan memiliki makna mendalam, yang mengajarkan bagi setiap individu dalam meniti kehidupan. Aktor yang telibat dalam jaranan ada beberapa istilah yang diandataranya adalah Celeng, Ganong, Bapa atau Gambuh, Barongan, dan lain-lain.

Namun, jika melihat konteks sekarang yang semakin adanya kecagihan alat-alat keseharian yang ada di masyarakat seperti halnya adanya gadge, kendaraan dan sebagainya, justru mengagumkan karena jaranan hingga kini masih ada sebagai sebuah kesenian tradisional yang telah eksis di Kediri. Salah satu nama kelompok jaranan yang ada di Kediri adalah Turonggo Wilis Saputro dan latak atau pusat dari kesenian ini berada di Wilis Desa Joho Kecamatan Semen. Rata-rata aktor yang terlibat di kesenian tersebut berasal dari kalangan muda atau menginjak antara 15-25 tahun. Dalam rentang pemain aktor yang terlibat memungkinkan adanya aktor meninggalkan kesenian jaranan di tengah arus kecanggihan sekarang, namun hal itu ternyata salah anak muda tetap melestarikan secara aktif aksi kesenian jaranan tersebut. Yang mana tidak membuat anak muda di desa tersebut lantas meninggalkan kesenian yang ada sejak dulu, justru dengan adanya kecanggihan seperti sekarang bisa digunakan untuk memanfaatkan sebagai ajang promosi kesenian supaya tidak tergerus dengan arus kecanggihan yang ada. Dalam relasinya memerlukan adanya penyesuaian tersendiri serta tidak boleh dilepaskan dengan adanya i’tikat atau niat dalam melestarikan atau nguri-nguri budaya jawa khususnya adalah jaranan.

Para anak muda yang ditemui, mereka melakukan atau melestarikan budaya jawa jaranan karena mereka suka dengan hal-hal yang sifatnya jawa atau bisa dibilang sebagai hobby, karena kesukaan mereka dalam memainkan aksi keseniaan. Selain itu adanya banyak teman dalam lingkup satu desa yang terlibat aktif atau ikut dalam kesenian jaranan tersebut, terlebih lagi kesenian ini berada di lokasi yang tidak jauh dari rumah mereka, mereka tidak rela apabila budaya jawa jaranan yang sudah ada sejak dulu harus hilang atau punah karena era modern seperti sekarang. Terlebih lagi warga desa sebelum masa muda mereka adanya banyak masyarakat yang dulunya telah berkecimpung di kelompok jaranan Turonggo Wilis Saputro, bisa dibilang kesenian ini telah didirikan turun temurun hingga sekarang yang mana menjalankan aksi jaranan lebih banyak anak muda. Namun anak muda juga tidak menolak adanya kecanggihan era sekarang, jutru dengan adanya kecanggihan sekarang dimanfaatkan untuk hal yang positif seperti halnya ajang promosi , berbagai kegiatan dengan orang lain dan memnafaatkan komunikasi online untuk saling memberi kabar kepada penonton adanya event jaranan yang akan dilaksanakan.

Inilah mengapa anak muda tetaplah memiliki jiwa pemudanya, mereka tetaplah anak muda yang teguh dalam melestarikan kesenian budaya supaya tidak punah serta tidak meninggalkan era sekarang yang serba teknologi. Rasa kekeluargaan di desa tersebutlah yang membuat kelompok jaranan Turonggo Wilis Saputro masih berdiri di Desa Joho Kecamatan Semen.

Dengan demikian seperti adanya ungkapan diatas, layaknya tindakan sosial miliknya Max Weber dengan konsepnya tindakan tradisional yakni dalam tindakan ini, seseorang memperlihatkan perilaku tertentu karena kebiasaan yang diperoleh dari leluhurnya, sehingga tanpa adanya yang mendasari mereka akan menjalani sesuatu yang sudah ada. Sehingga dalam hal ini masyaraka犀利士 t diabsahkan atau didukung oleh adanya tradisi atau kebiasaan yang sudah digali di masa sebelumnya sehingga dijadikan sebagai acuan atau rujukan sesuatu yang akan datang. Maka anak muda yang tergabung dalam kelompok jaranan Turonggo Wilis Saputro menyukai kesenian tersebut yang salah satu faktor adalah karena telah di wariskan turun temurun oleh orang-orang yang ada di atasnya atau orang pada lingkup desa yang telah membangun kelompok jaranan.

*Mahasiswa SA angkatan 2018

sumber gambar: kedirikota.go.id

radarmojokerto.jawapos.com

(Visited 13 times, 1 visits today)