901 views

Haruskah Aku Menjadi Sempurna?

Perempuan harus menunjukkan bukti prestasinya agar diakui keberadaannya, berbeda dengan laki-laki yang masih menunjukkan potensi yang ada di dalam dirinya sudah diakui keberadaannya. Bahkan, saat perempuan sudah menunjukkan prestasinya masih saja ada kekurangan yang dimunculkan dipermukaan.

_Etik Purwaningsih_

*Etik Purwaningsih

Pandangan sebelah mata bagi perempuan di era yang sudah modern ini masih saja marak terjadi. Ternyata, kebiasaan hidup yang modern tidak dibarengi dengan pola pikir yang modern juga. Sampai detik ini, menjadi perempuan yang berprestasi pun masih saja ada celah untuk diolok-olok. Perempuan sering kali terjebak dalam standarisasi yang sebenarnya tidak ada. Di sisi lain, perempuan juga selalu dihadapkan pada pilihan seakan tidak bisa menjalankan keduanya.

Perempuan harus bisa masak, harus bisa bersih-bersih, dan masih banyak harus lagi yang dilakukan. Padahal, hal tersebut tidak harus dilakukan perempuan, bisa saja dilakukan oleh laki-laki. Selain tuntutan yang harus inilah atau harus itulah, perempuan juga harus menanggung beban ganda. Meskipun dia sudah lelah bekerja di ruang publik, namun beban domestik masih melekat kepadanya, bahkan ketika perempuan lalai dalam pekerjaan domestik maka ia akan dianggap gagal untuk menjadi perempuan, meskipun karirnya begitu cemerlang. “Prestasi tertinggi perempuan adalah ketika ada di rumah”, mungkin kita tidak asing lagi dengan kalimat tersebut. Iya, slogan yang selalu dibuat dalil untuk membatasi ruang gerak dari perempuan. Slogan itu seakan mendorong perempuan untuk tidak usah berkarya di ruang publik melainkan cukup duduk manis di rumah saja.

Perempuan harus menunjukkan bukti prestasinya agar diakui keberadaannya, berbeda dengan laki-laki yang masih menunjukkan potensi yang ada di dalam dirinya sudah diakui keberadaannya. Bahkan, saat perempuan sudah menunjukkan prestasinya masih saja ada kekurangan yang dimunculkan dipermukaan. Kejadian yang masih hangat kemarin, yaitu salah satu atlet berprestasi kita yang berlaga di ajang Olimpiade pun tak luput dari komentar miring meskipun sudah menunjukkan prestasi yang ada. Atlet dari cabang angkat besi yang bernama Windy Cantika yang meraih medali perunggu di ajang Olimpiade Tokyo 2020 tersebut menerima komentar miring karena melepas jilbabnya waktu bertanding. Banyak yang mengaitkan hal yang sepatutnya menjadi ranah pribadi. Padahal, ketika dia membuka jilbabnya tidak ada pengaruh atau yang berubah dari identitas kewarganegaraannya atau nilai dalam ajang perlombaannya.

Windy bukanlah satu-satunya atlit yang mendapat komentar miring dari netizen. Atlit dari cabang bulutangkis yang bernama Melati Daeva pun tak luput dari komentar miring, dia dianggap kelebihan berat badan sehingga ruang geraknya dalam bermain bulu tangkis kurang bebas. Selalu serba salah menjadi perempuan karena dituntut seratus persen untuk sempurna padahal di dunia ini tidak ada makhluk yang sempurna. Meskipun  niatnya hanya sebagai candaan, namun hal itu bukanlah suatu tindakan yang dibenarkan. Memperolok atau mempercemooh tubuh orang lain tersebut lebih dikenal dengan istilah body shaming.

Adanya standarisasi cantik yang sebenarnya tidak ada yang membuat timbulnya body shaming. Orang yang cantik selalu diidentikan dengan tubuh yang kurus, putih, bersih, dan masih banyak lagi. Dari situ timbul bahwa orang yang tidak sesuai dengan kriteria tersebut maka salah atau tidak cantik. Cibiran itu tidaklah datang dari lawan jenis saja melainkan sesama perempuan yang nyinyir terhadap teman perempuannya.

Perempuan sering kali tidak percaya diri karena bentuk badannya lebih berisi. Bahkan, ada yang sampai melakukan diet ketat demi mendapatkan tubuh yang dianggap ideal. Orang yang menjadi korban body shaming bisa saja mengalami tekanan sehingga sampai depresi. Oleh karena itu, berhati-hatilah ketika mau mengomentari seseorang atau mau berucap sesuatu. Semua orang bisa saja menjadi korban atau pelaku dari body shaming entah disengaja atau tidak disengaja. Ada banyak dampak negatif yang timbul dari body shaming, diantaranya yaitu menurunkan rasa percaya diri dari korban, menurunnya produktivitas dari korban, hingga yang lebih parah lagi sampai terjadinya bunuh diri.

Setiap manusia yang terlahir di dunia ini diciptakan dengan sebaik baiknya oleh Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, janganlah kita saling mencibir antar sesama meskipun dengan niat yang bercanda karena kita tidak mengetahui situasi hati orang tersebut.  Jadilah cantik dengan versi terbaikmu sendiri. Kamu mempunyai hak penuh atas tubuhmu sendiri. Menerima dan menyukuri apa yang kita miliki akan membuat hati menjadi lebih tenang. Tidak usah mengejar kesempurnaan dari pengakuan orang lain, karena sejatinya ketidaksempurnaan dari kita ini yang menjadikan kita menjadi manusia.

Tetap menjadi perempuan yang selalu menghargai sesama terlebih itu perempuan. Berkompetisilah dengan sesuatu yang layaknya diperebutkan bukan suatu hal yang sebenarnya tidak ada menang kalahnya. Tidak menutup kemungkinan juga dari laki-laki untuk menjadi korban, namun mayoritas yang menjadi korban adalah perempuan. Oleh karena itu, disini saya lebih menekankan pada perempuan.

Jadilah perempuan yang menjadi rumah teduh untuk sesama perempuan bukan malah menjadi neraka bagi perempuan lainnya. Tidak akan rugi ketika kita menjadi satu untuk saling mendukung tidak saling menjatukan. Menjadi suatu kerugian, ketika kita sesama perempuan saling menyakiti dan menjatuhkan. Jika kita dapat menciptakan lingkungan yang sehat kenapa harus menciptakan lingkungan yang kurang sehat. Tidak usah takut tidak sukses ketika kita membantu orang lain karena kita takaran sukses orang itu tidak tertukar dengan kamu membantu orang lain. Berhentilah untuk kalian yang masih menghakimi orang lain, dan fokuslah dengan apa yang akan kamu lakukan. Berhenti untuk berusaha terlihat sempurna untuk orang lain, JADILAH MERDEKA ATAS TUBUHMU SENDIRI!

sumber gambar: jurnalpalopo.pikiran-rakyat.com

(Visited 1 times, 1 visits today)