1,770 views

Etika Muslim Terhadap Sesembahan Non Muslim

Afrizal El Adzim Syahputra*

Fenomena sosial tentang pelecehan dan penghinaan yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, lembaga atau organisasi dengan tujuan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai dan menghina penganut agama yang berbeda keyakinan mengakibatkan penganut agama yang dihina tersinggung. Hal ini dapat menyebabkan saling bercerai berai antar umat beragama, putusnya toleransi antarumat beragama, serta tidak adanya rasa aman dalam beragama.

–Afrizal El Adzim Syahputra–

Islam mengajarkan kepada pemeluknya tentang beberapa etika yang harus dijaga pada saat berinterkasi dengan non muslim. Salah satunya terdapat dalam surah al An’am : 108 :

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami perindah setiap umat amal mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”

Di antara riwayat yang populer menyangkut sebab turunnya ayat ini adalah pada saat Nabi SAWtinggal di Mekah, orang-orang mukmin sering mengejek berhala-berhala orang- orang musyrik. Mendengar hal ini, mereka secara emosional mengejek Allah bahkan kemudian mengultimatum Nabi SAWdan orang-orang mukmin. Mereka berkata: “Wahai Muhammad hanya ada dua pilihan, kamu tetap mencerca tuhan-tuhan kami atau kami akan mencerca Tuhanmu?” kemudian turunlah ayat ini.

M. Quraish Shihab berpendapat dalam tafsirnya bahwa Allah SWT melarang umat Islam untuk menghina sesembahan pemeluk agama lain, karena penghinaan tidak menghasilkan sesuatu yang menyangkut kemaslahatan agama. Agama Islam datang membuktikan kebenaran, sedangkan makian biasanya ditempuh oleh mereka yang lemah. Ayat ini secara tegas juga mengajarkan kepada kaum muslimin untuk memelihara kesucian agamanya dan menciptakan rasa aman serta hubungan harmonis antar umat beragama. Manusia sangat mudah terpancing emosinya bila agama dan kepercayaannya disinggung. Ini merupakan tabiat manusia apapun kedudukan sosial dan tingkat pengetahuannya karena agama bersemi dalam hati penganutnya, sedangkan hati adalah sumber emosi.

Menurut Imam al Hakim, ada dua alasan mengapa al-Qur’an melarang menghina berhala-berhala non muslim, yaitu: 1). Berhala-berhala yang mereka sembah itu hanya benda mati yang tak berdosa, 2). Penghinaan tersebut akan menimbulkan kemaksiatan, yaitu munculnya penghinaan yang dilakukan oleh orang musyrik kepada Allah. Sedangkan penghinaan kepada Allah merupakan salah satu bentuk kemaksiatan. Kewajiban umat Islam hanyalah menjelaskan kepada mereka bahwa berhala-berhala tersebut tidak layak untuk disembah karena tidak dapat memberikan manfaat maupun mendatangkan bahaya. Oleh karena itu, Sayyiduna Ali bin Abi Thalib pernah berkata ketika berada dalam perang Shiffin : Janganlah kalian mengolok – olok mereka, tapi peringatkan kepada mereka tentang keburukan perilaku mereka !

Allah melarang rasul dan orang orang beriman dari memaki Tuhan kaum musyrikin. Boleh jadi ada kemaslahatan dalam memaki Tuhan mereka, tetapi kerusakannya jauh lebih besar, yaitu mereka akan membalas dengan memaki Allah kelewat batas, untuk melecehkan orang beriman, tanpa mereka memiliki pengetahuan akan kebesaran Allah SWT. Ini menunjukkan bahwa setiap ketaatan dan kemaslahatan jika membawa kepada kemaksiatan atau kerusakan, maka wajib untuk ditinggalkan.

Menurut Ibnu Al Faris,  jika penghinaan terhadap orang-orang kafir dan sesembahan mereka dikhawatirkan dapat memicu munculnya hinaan mereka terhadap Allah dan rasul-Nya, maka tidak diperbolehkan menghina Tuhan – Tuhan dan agama mereka. Hal ini termasuk dalam kategori saddz al dzarai (menutup semua pintu yang dapat menimbulkan kemudaratan). Bahkan menurut para ulama’, kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar menjadi gugur jika dikhawatirkan dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah, sebagaimana qaidah dar’ al mafasid muqaddam ‘ala jalb al masalih (menolak kerusakan lebih diutamakan dari pada mengambil manfaat).

Imam al Qurtubi berkata : para ulama’ berpendapat bahwa hukum dalam ayat ini mencakup seluruh umat Nabi SAW. Ketika penghinaan terhadap tempat ibadah dan sesembahan orang non muslim dapat memancing emosi mereka sehingga mereka menghina Islam atau Rasul Saw, maka haram bagi umat Islam melakukan hal tersebut. Begitu juga haram bagi umat Islam untuk melakukan perbuatan yang dapat memicu munculnya hinaan dan ejakan orang-orang non muslim terhadap agama Allah SWT.

Fenomena sosial tentang pelecehan dan penghinaan yang dilakukan oleh seseorang, kelompok, lembaga atau organisasi dengan tujuan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai dan menghina penganut agama yang berbeda keyakinan mengakibatkan penganut agama yang dihina tersinggung. Hal ini dapat menyebabkan saling bercerai berai antar umat beragama, putusnya toleransi antarumat beragama, serta tidak adanya rasa aman dalam beragama. Padahal, tindakan seperti ini sangat dibenci oleh Allah dan rasul-Nya. Tindakan ini juga bertentangan dengan Tri Kerukunan Umat Beragama dalam konteks Indonesia.

Oleh karena itu, jangan sampai gara gara dakwah yang disampaikan dengan tidak santun, Allah yang kena caci maki. Dakwah itu mengajak kepada kebaikan dengan cara yang baik, sehingga hasilnya pun baik. Dakwah itu mengajak kepada kebaikan dengan perkataan yang sopan dan lemah lembut sehingga orang orang yang diajak menanggapinya dengan sopan dan lemah lembut pula. Ini sesuai dengan perintah Allah kepada Nabi Harun dan Musa agar mereka berdialog dengan Fir’aun dengan perkataan yang ramah, sebagaimana dalam firman-Nya :

فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS: Toha : 44 ).


Afrizal El Adzim Syahputra adalah Alumni Universitas Al Azhar Mesir, Dosen STIT Sunan Giri Trenggalek

sumber gambar: tempo.co

(Visited 2 times, 1 visits today)