712 views

Dilematika Masyarakat Indonesia di Tengah Pandemi Corona Dalam Menghadapi Kebijakan Pemerintah

Kepanikan menghadapi corona di Indonesia semakin menggema nyaring ketika PPKM darurat terus diperpanjang dengan mengunakan level. Di sini masyarakat ditekankan untuk mengurangi mobilitas dan memberlakukan pembatasan jam.

_Etik Purwaningsih_

Saat ini Indonesia sedang diramaikan dengan kebijakan pemerintah mengenai PPKM yang terus diperpanjang. Terbaru pemerintah masih memperpanjang PPKM sampai dengan tanggal 23 Agustus 2021. Keputusan pemerintah untuk memperpanjang tersebut juga bukan tanpa alasan. Kenaikan kasus dan bertambahnya korban dari Covid-19 merupakan dua hal yang melatarbelakangi mengapa PPKM terus diperpanjang. Menurut data dari Merdeka.com, tercatat ada penambahan sebanyak 32.081 orang yang terpapar Covid-19. Hal itu menunjukkan masih tingginya angka orang yang terpapar Covid-19 di Indonesia.

Sampai di pertengahan tahun 2021 ini, kita masih bergelut dengan Covid-19. Bukannya menunjukan penurunan, namun malah menunjukkan kenaikan kasus yang sangat pesat dan diperburuk dengan munculnya Covid-19 varian baru. Lonjakkan tersebut ditandai dengan penuhnya IGD di rumah sakit sehingga tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan pasien yang datang ke rumah sakit. Oleh karena itu, pasien tanpa gejala dan gejala ringan disarankan tidak pergi ke rumah sakit melainkan untuk isolasi mandiri dengan pantauan dokter yang berwenang. Namun, jika isolasi mandiri di rumah mengalami penurunan kondisi badan, maka disarankan untuk segera menghubungi dokter agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Banyak hal yang terdampak dari adanya Covid-19 ini, bukan hanya di bidang kesehatan melainkan hampir di segala bidang terkena dampaknya. Dengan begitu, kepanikan pun tak terhindarkan. Meskipun Covid-19 sudah melanda Indonesia hampir 2 tahun lamanya, masih belum ada kebijakan yang berhasil untuk mengatasinya atau tidak jarang malah membuat bingung masyarakat menengah ke bawah.

Kepanikan menghadapi corona di Indonesia semakin menggema nyaring ketika PPKM darurat terus diperpanjang dengan mengunakan level. Di sini masyarakat ditekankan untuk mengurangi mobilitas dan memberlakukan pembatasan jam. Di sini masyarakat menengah ke bawah yang mayoritas bekerjanya di luar semakin bimbang harus bagaimana, karena di sisi lain ingin mengikuti aturan yang ada, namun di sisi lain mereka juga butuh uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Beda halnya dengan ASN, masyarakat menengah ke bawah yang gajinya harian jika mereka tidak bekerja maka tidak akan memperoleh uang sehingga bisa saja mereka negatif corona namun positif menderita kelaparan atau bahkan sampai berujung kematian.

sumber: cnnindonesia.com

Belum lagi masyarakat yang bekerja sebagai penjual makanan yang bukanya di malam hari, di mana sekarang diberi batasan jam 8 malam harus sudah tutup. Mereka akan kebingungan antara menaati aturan atau tuntutan hidup untuk memenuhi kebutuhan. Dalam benak mereka, tidak ada yang ingin sengaja untuk melanggar aturan PPKM, namun tidak ada pilihan lagi ketika dihadapkan dengan realita bahwa jika tidak bekerja maka uang tidak akan datang dengan sendirinya belum lagi dengan mereka yang mempunyai keluarga serta anak yang harus dipenuhi kebutuhannya. Ditambah lagi banyak perusahaan yang terpaksa mengurangi karyawannya, hal ini menyebabkan PHK di mana-mana.

Dalam kondisi yang seperti ini kita tidak dapat menyalahkan siapa pun. Baik pemerintah maupun masyarakat tidak ada yang salah karena pemerintah membuat kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi lonjakan dari Covid-19. Kurangnya sosialisasi mengenai aturan bisa jadi faktor yang membuat masyarakat tidak menaati aturan tersebut. Meski begitu, tidak dibenarkan juga menertibkan mereka dengan menggunakan tindak kekerasan atau berlaku kasar.

Coba bayangkan saja, masyarakat sudah susah mencari uang dan modal dengan uang pas-pasan atau bahkan sampai uang hasil hutang terus ditertibkan dengan cara disita dan dagangan dirusak. Mereka akan semakin terpuruk lagi dan terpojokkan mengenai perekonomiannya. Mungkin, dalam menertibkan bisa menggunakan cara yang baik dengan bernegosiasi atau dalam bentuk peringatan agar tidak ada yang dirugikan. Jangan sampai kita mengalami krisis kemanusiaan juga, ketika krisis kemanusian lebih sulit diatasi, maka hati nurani sudah tidak berfungsi lagi. 

Di sini kita tidak ada yang tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Kita masih dihadapkan dengan ketidakpastian kapan virus ini akan punah. Hal yang dapat kita lakukan adalah selalu berikhtiar dan berusaha untuk melakukan pencegahan agar tidak terpapar Covid-19. Kita dapat melakukan pencegahan dengan 5 M, yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, membatasi mobilitas, dan menjauhi kerumunan.

Selain itu, rasa solidaritas kita terhadap sesama juga harus ditingkatkan. Situasi seperti ini, kita bangun masih bisa menghirup udara yang segar dan badan terasa sehat adalah anugerah dari Tuhan. Oleh karena itu, ketika ada tetangga atau seseorang membutuhkan bantuan maka alangkah baiknya kita membantu. Tidak harus dengan uang yang banyak, melainkan semampu kita karena bisa jadi sedikit bagi kita namun berharga bagi orang lain. Tingkatkan kepedulian kita terhadap sesama agar masalah pandemi ini cepat berakhir.

Masih dalam rangka merayakan HUT kemerdekaan Indonesia, kita tidak usah repot untuk berperang menggunkan senjata untuk menunjukan pengorbanan kita. Di masa ini, kita berkorban dengan menahan hawa nafsu kita untuk tidak melakukan kegiatan yang berkerumun, mengurangi keluar dengan alasan yang tidak penting, menahan membeli barang mewah untuk uangnya dipergunakan dengan hal yang lebih bermanfaat, serta membantu terhadap sesama yang sedang berada dalam kesulitan. Beberapa hal tersebut lebih relevan dipergunakan untuk saat ini jika mau merayakan dan memaknai hari kemerdekaan Indonesia yang ke-76.

sumber gambar: semaraknews.com

(Visited 1 times, 1 visits today)