1,258 views

Fungsionalisme Covid-19; Norma(l) Baru Masyarakat

Iin Rohimin*

Sumber gambar: google.com

Mari belajar dari fenomena corona, ia mampu memutar balikkan segalanya. Dengan adanya corona, bersatu jadi runtuh dan berpisah jadi kuat. Bersama jadi bahaya, berpisah jadi aman. –Iin Rohimin–

Setiap kali musibah atau bencana menimpa, pasti selalu ada hikmah yang tersembunyi dibaliknya. Kata-kata itu sangat mudah diucapkan oleh orang yang tidak merasakan secara langsung musibah yang terjadi, tetapi bagi yang merasakannya yakni para korban, keluarga dan orang-orang terdekatnya tentulah sangat berat untuk bisa berkata bahwa ada hikmah di balik musibah tersebut. Sulit memang memang bagi para korban untuk bisa menerima, apalagi mengambil hikmah dari musibah, namun kita bisa belajar.

Bagaimana kita bisa berdamai dengan musibah yang sedang menimpa dan menemukan hikmah di baliknya?. Barangkali sosiologi menjadi satu dari sekian metode dalam memahami fenomena (struktur), membaca kompleksitasnya serta menemukan sekian fungsi yang ada di dalamnya.

Robert King Merton, tokoh sosiologi modern asal Amerika mengungkapkan sebuah fungsi bagi struktur memiliki dua dimensi, yaitu fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi manifest adalah fungsi dari struktur yang sejak awal diharapkan dan dapat diprediksi. Sementara fungsi laten adalah fungsi dari struktur yang tidak diharapkan adanya, namun memiliki fungsi yang lain. (Merton, 1949/1968)

Inilah yang barangkali sedang dialami oleh umat manusia yang sedang dilanda pandemic covid-19. Bagi orang yang beriman, meski covid-19 dianggap membahayakan terhadap struktur dan merusaknya, namun di balik itu semua ada fungsi laten yang dapat diambil.

Beberapa hikmah atau pelajaran yang dapat kita ambil dari pandemic covid-19 ini, di antaranya adalah kita menjadi manusia yang peka, dengan tidak menyepelekan atau tidak peduli terhadap virus corona, karena tindakan itu sangat tidak bertanggung jawab, selain membahayakan diri sendiri juga dapat membahayakan orang lain. Apabila kita mengabaikan anjuran pemerintah dan tidak mengindahkan ketentuan yang dibuat oleh pihak berwenang soal penyebaran virus corona, maka hal itu merupakan perilaku sombong yang dapat menghambat upaya bersama yang tengah digalakkan untuk memutus mata rantai penyebaran virus korona.

Selain itu, anjuran pemerintah agar kembali ke rumah, hal ini terkandung hikmah yang sangat dalam, betapa kita diperintahkan untuk menemui Tuhan dalam kesendirian, tidak usah bergerombol apalagi membawa pasukan atau rombongan, cukup sendirian saja, dalam kesyahduan, dalam kesunyian, tiada batas antara kita dan Sang Pencipta. Mungkin Tuhan Sudah  bosan Allah didemo terus, didatangi dengan puluhan, ratusan, ribuan atau bahkan jutaan massa, mengatasnamakan jamaah, jam’iyah, do’a bersama, bersholawat dan lain sebagainya. Apalagi selalu diminta dan dituntut berbagai hal, ada yang meminta rizki, kekayaan,  jodoh, naik jabatan, anak sholeh, dan lain-lain.

Sekarang pasukan Corona bergerak mengusir kerumunan itu, kita dipaksa meninggalkan surau, musholla, masjid dan berbagai tempat ibadah lainnya. Kita dipaksa untuk kembali ke rumah, berdiam diri bersama keluarga. Tetapi jangan sampai kita merasa terpaksa dan melakukan perlawanan dengan tindakan bodoh dan ceroboh yang dapat menambah runyam suasana. Saatnya kembali ke rumah, berdiam di dalam rumah, tidak ke mana-mana. Hentikan sejenak segala hal yang selama ini kita lakukan di luaran sana.

Allah membuka japri alias jalur pribadi, di rumah kita sendiri, bukan lagi di surau, musholla, masjid atau majelis taklim dan tempat lainnya. Segera temui Ia, siapa cepat dia yang dapat. Sebelum “server down” karena semua akan menjapri Allah dengan seabrek permintaan lagi.

Kita di rumah bukan berarti takut korona. Karena yang kita takutkan hanya Allah semata. Tetapi kita takut menjadi manusia berdosa, karena telah menularkan virus berbahaya, menambah panjang mata rantai penyebaran covid-19 yang dapat membunuh jutaan manusia.

Kita di rumah bukan berarti anti jamaah, anti kebersamaan dan anti persatuan sesama umat Islam dalam beribadah. Tetapi kita ingin menyelamatkan diri kita, keluarga, jamaah kita dan saudara-saudara kita dari serangan virus mematikan bernama corona. Apalagi ini hanya bersifat sementara, toh nanti setelah corona pergi, setelah semuanya kembali berjalan normal apa adanya, kita bisa kembali ke luar rumah, bekerja, bermasyarakat, beribadah, berjamaah seperti sediakala.

Musibah penyebaran covid-19 juga memberikan pelajaran kepada kita akan gambaran nyata saat datangnya kiamat. Lihatlah  ka’bah ditutup, tempat-tempat ibadah dihentikan aktifitasnya, tiada  lagi sholat jumat dan anjuran untuk beribadah di rumah. Inilah sinyal yang dikirimkan Allah kepada kita, bahwa di akhir zaman nanti hal ini akan benar-benar terjadi. Ini baru korona yang datang, bagaimana nanti jika Dajjal yang menyerang? Bukan lagi kita dilarang menjalankan ibadah, segala hal akan diputar balikkan. Kebenaran akan terlihat salah. Kemungkaran akan terlihat benar. Surga seperti neraka dan neraka seperti surga. Yang haram semanis halal dan yang halal sepahit haram.

Mari belajar dari fenomena corona, ia mampu memutar balikkan segalanya. Dengan adanya corona, bersatu jadi runtuh dan berpisah jadi kuat. Bersama jadi bahaya, berpisah jadi aman. Social distancing menjadi norma baru serta pilihan bijak yang dapat kita lakukan saat ini.

Semoga musibah pandemi corona segera berakhir dan kita dapat memetik hikmah di balik peristiwa ini, sehingga kita siap menghadapi segala kemungkinan-kemungkinan dalam kehidupan selanjutnya. Dan pada akhirnya, kita menjadi manusia yang benar-benar terbiasa menjalani normal dan norma hidup yang baru di masyarakat.

*Penulis tinggal di Indramayu

(Visited 1 times, 1 visits today)