1,967 views

“Tombok Nomer”: Dilarang Juga Digandrungi

Indra Latif Syaepu, M. Hum*

Meskipun Tombok Nomer sudah dilarang oleh pemerintah dan termasuk dalam kategori perjudian, akan tetapi masih banyak masyarakat yang “menggandrunginya” layaknya budaya yang diwariskan secara turun menurun.

–Indra Latif Syaepu–

Tentunya kita tidak asing lagi dengan istilah Togel (Totoan Gelap) atau masyarakat sekitar lebih akrab mengenalnya dengan istilah “Tombok Nomer”. Seperti yang diketahui, Togel termasuk salah satu perbuatan yang melanggar hukum, terkait dengan pasal perjudian yang dianggap meresahkan masyarakat. Namun kenyataanya tidaklah demikian untuk judi yang satu ini, berdasarkan temuan di lapangan, fenomena sosial Tombok Nomer dalam sebagian masyarakat tidaklah dianggap sebagai hal yang meresahkan karena tidak merugikan banyak orang ataupun orang di sekelilingnya. Bahkan dari beberapa informan dari desa yang berbeda mereka menganggap bahwa Tombok Nomer adalah hal yang biasa. Inilah yang saya sebut meskipun dilarang, sebagian kecil masyarakat tetap melakukanya bahkan bisa dikatakan sebagai warisan budaya yang diturunkan oleh nenek moyang negeri ini.

Permainan judi Tombok Nomer pada umumnya hanyalah menebak sebuah yang akan keluar bandar pusat. Meskipun terlihat sederhana, tetapi permainan ini memerlukan sebuah trik khusus atau rumus khusus. Mereka mempunyai kode dan trik tersendiri untuk menghitung kemungkinan angka yang akan muncul. Misalnya, jika di dalam lembaran tersebut tertulis huruf HK, maka pasaran nomer yang berlaku di kertas tersebut dari Hongkong, sedangkan SG dari Singapura. Yang banyak diikuti oleh masyarakat kita adalah pasaran Tombok Nomer yang berpusat dari Hongkong dan Singapura. Sedangkan pasaran dari SD (Sidney) dan MC (Macau) jarang diminati.

Kebanyakan yang diikuti oleh masyarakat kita adalah pola permainan kombinasi 2D (Pasang 2 angka), sedangkan peminat 4D tidak sebanyak 2D. Rupiah yang dipertaruhkan pun bervariasi, mulai dari seribu rupiah bahkan sampai jutaan. Dengan jumlah nominal batas minim seribu rupiah, Tombok Nomer ini bisa dikatakan perjudian yang merakyat, bisa dinikmati oleh semua kalangan dan yang jelas tidak membuat kantong bolong pastinya. Untuk hasil yang didapatkan jika nomer tersebut “Tembus” pun bervariasi mulai Rp 60000-65000 dengan kelipatanya, semakin banyak Rupiah yang dipasang, maka semakin banyak Rupiah yang akan didapatkan jika angka tersebut “Tembus”. Misalnya, angka yang keluar/tembus adalah 23 sedangkan saya pasang untuk angka ini sebesar Rp 5000, maka uang yang saya dapatkan adalah Rp 65000 x 5= Rp 325000.

Meskipun Tombok Nomer sudah dilarang oleh pemerintah dan termasuk dalam kategori perjudian, akan tetapi masih banyak masyarakat yang “menggandrunginya” layaknya budaya yang diwariskan secara turun menurun. Fenomena sosial ini sering saya temukan di masyarakat, bahkan ada satu keluarga (kakek, bapak, dan anak) yang menggandrungi perjudian ini. Ketika ditanya pun, jawaban mereka mengilustrasikan bahwa Tombok Nomer adalah hal yang sudah biasa dilakukan oleh keluarga tersebut hanya untuk sekedar untung-untungan atau sekedar hiburan. Meskipun banyak di antara mereka yang melakukan judi ini adalah ekonomi (secara tidak langsung). Sekedar hiburan hanyalah sebagaI kedok untuk membenarkan aksi judinya supaya tidak dinilai salah.

Ketika kita membahas jenis judi yang satu ini, tentunya kita tidak heran dengan budaya “meramal”. Yaaaa !!!! untuk mendapatkan nomer yang tepat atau keluar, dalam Bahasa lokalnya “Nomere Tembus” biasanya tradisi menghitung angka ini disebut meramal. Tujuan dari meramal adalah memprediksi angka yang kemungkinan keluar. Tradisi ini termasuk unik dan membingungkan karena memadukan kemampuan analisa teoritis dan wangsit yang diperoleh dari mimpi maupun fenomena alam. Kemampuan analisis dilihat dari cara menganalisis seringnya angka yang muncul dalam episodenya. Untuk masalah wangsit biasanya mereka peroleh dari mimpi, fenomena alam bahkan sampai ke tempat-tempat yang dianggap mempunyai kekuatan magis seperti makam atau pohon yang besar dan rindang.

Jika saya amati, rata rata mereka yang bermain judi Tombok Nomer kebanyakan dari golongan yang berpendidikan rendah, maksimal SMP dengan beraneka ragam profesi seperti kuli, tukang becak, dan serabutan. Bagi mereka, Tombok Nomer yang menjadi rutinitas dianggap aman (karena dianggap tidak merugikan atau meresahkan lingkungan). Adapula yang berkomentar “mencletuk” bahwa di belakang mereka ada “oknum” yang melindunginya. Oknum yang dimaksud disini adalah orang yang mempunyai kuasa, yang dinilai mampu melindungi perjudian tersebut. Tak dipungkiri juga terkadang oknum penegak keadilan pun terlibat.

Bocornya informasi terkait akan diadakan grebakan pun sering saya jumpai, hal ini menandakan bahwa ada keterlibatan salah satu anggota oknum penegak keadilan. Tak hanya itu, meskipun daerah tersebut sering dilintasi oleh patroli kepolisian, mereka hanya sekedar lewat. Bahkan ada salah satu tetangga mereka merupakan salah satu anggota penegak hukum, akan tetapi seakan-akan buta. Ketika ditanyapun jawabnya ‘Toggo dewe, bolo dewe, tonggo cukup nyawang karo ngelingne”. Memang tak dapat dipungkiri, di sisi lain dia adalah tetangganya, namun disisi lain pekerjaanya adalah seorang penegak hukum (ada dilematis tersendiri).

Banyaknya masyarakat yang sadar akan perjudian merupakan salah satu perbuatan yang melanggar tidak pidana, menjadikan judi Tombok Nomer semakin dilegalkan oleh masyarakat itu sendiri. Sebetulnya tidak sedikit pula mereka yang paham tentang agama, akan tetapi mereka enggan untuk menasehati karena ditakutkan ikut campur urusan orang lain. Sedangkan mereka tidak bisa membedakan mencampuri urusan orang lain dengan menasehati. Tujuan kita menasehati, akan tetapi dinilai ikut campur. Apalagi menasehati orang-orang yang terlibat dengan judi Tombok Nomer, tujuan kita menasehati malah dinilai ikut campur urusan orang lain.


*Dosen Fakultas Usluhuddin dan Dakwah IAIN Kediri

sumber gambar: jamberita.com

(Visited 1 times, 1 visits today)