2,351 views

Ketidakefektifan Pembelajaran Secara Online Saat Pandemi Covid-19

Ziadatur Rochmah

Karena pendidikan tidak hanya membutuhkan transfer ilmu pengetahuan, namun mereka membutuhkan transfer penanaman nilai-nilai moral yang baik, sehingga terbentuk cendekia-cendekia yang memiliki karakter.

–Ziadatur Rochmah–

Perubahan kehidupan di tahun terakhir 2019 hingga di bulan awal 2020 digoncangkan dengan munculnya virus corona. Sebuah fenomena yang menjadi trending topic di seluruh dunia. Kekhawatiran masyarakat terhadap virus tersebut hingga merubah segala aktifitas mereka. Berita-berita yang  menyebar hingga menjadi kegelisahan bagi masyarakat seluruh negara. Pemerintah mulai tanggap dengan adanya virus yang semakin menyebar dengan menganjurkan masyarakat menerapkan isolasi diri di rumah untuk mengantisipasi virus yang semakin menyebar. Semua itu menjadi hal yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat di Indonesia, salah satunya dalam aspek pendidikan. Dalam hal ini seharusnya pendidikan menjadi penyokong situasi penyebaran virus corona, namun yang terjadi tidaklah demikian. Peran pendidikan menurut kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makariem  bahwa “untuk membantu memutus rantai penyebaran virus corona dalam hal ini kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan secara online di rumah saja”

Di awal-awal ramainya berita jumlah kasus virus corona, kebijakan tersebut bisa diterima dengan baik oleh sejumlah pihak praktisi pendidikan, penikmat pendidikan, dan para wali murid. Metode pembelajaran daring merupakan metode pembelajaran yang dilakukan secara online melalui jaringan teknologi informasi. Pembelajaran ini dinilai yang paling efektif saat itu karena melalui jaringan tersebut anak-anak/ mahasiswa maupun guru/dosen meskipun tidak bertemu, namun hal tersebut masih bisa dilakukan secara virtual online. Sejalan dengan itu semua ternyata ada beberapa kelemahan yang terjadi dalam penerapannya. Beberapa keluhan mahasiswa terkait kuota internet dan wali murid terkait tugas-tugas yang diberikan guru terlalu banyak, sedangkan orang tua tidak bisa menjamin bisa mengerjakannya.

Kelihatannya mahasiswa selain bermasalah dengan kuota internet, mahasiswa mengalami kuwalahan dengan metode pembelajaran ini. Ketika mahasiswa sudah berada di rumah, tentu banyak aktifitas rumah yang harus dilakukan. Misalnya, membantu orang tua bekerja, bersih-bersih, dan lain-lain. Hal tersebut yang kadang membuat lupa jika terdapat jam kelas online ataupun tugas yang harus dikumpulkan secara mendadak. Belum lagi model pembelajaran yang memakai aplikasi-aplikasi yang memiliki kapasitas tinggi, sedangkan setiap anak belum tentu memiliki handphone yang memuat segala aplikasi innovative pembelajaran, seperti halnya zoom, googlemeet, telegram.

Penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut tentunya membutuhkan kuota internet yang cukup banyak. Apalagi mahasiswa membutuhkan informasi-informasi penting yang menggunakan internet working dalam pengerjaannya. Dalam hal ini menjadi kendala kebanyakan mahasiswa dalam melakukan pembelajaran jam perkuliahan. Beberapa keluhan ini, hingga membuat pemerintah memberikan kebijakan terkait pemberian kuota internet secara gratis oleh pihak perguruan tinggi masing-masing. Meski tidak banyak, namun dapat membantu mahasiswa berkomunikasi secara virtual dengan dosen dan teman sejawat lainnya.

Berbeda halnya pada tingkatan anak-anak SD dan TK, pembelajaran pada tingkat dasar tersebut perlu adanya pendampingan dan pengawasan seorang guru secara face to face, untuk membentuk karakter, konsep, dan berbagai macam trik belajar yang membuat seorang murid menjadi mengerti dan memahami ilmu. tetapi dengan munculnya fenomena ini, membuat anak kurang adanya pengawasan dalam siklus belajar yang baik. Jika yang dulunya rajin belajar, sekarang sedikit agak malas. Apalagi yang kurang baik dalam belajar di sekolah, sekarang menjadi lebih mengkhawatirkan. Hingga akhirnya anak-anak mulai kehilangan karakter. Kewaspadaan ini membuat guru dan para orang tua kebanyakan menjadi cemas. 

Pembelajaran secara online dengan memberikan tugas-tugas dari setiap mata pelajaran dan kompetensi yang diberikan terlalu banyak, tanpa ada pengajaran secara langsung oleh guru tidak membuat seorang siswa menjadi lebih baik meski menggunakan teknologi informasi. Namun sebaliknya, para orang tua merasa keberatan dalam menanganinya. Hal ini memang benar pendidikan tidak bisa lepas dari tangan seorang guru, meski bisa menggunakan aplikasi belajar-belajar online.  Karena pendidikan tidak hanya membutuhkan transfer ilmu pengetahuan, namun mereka membutuhkan transfer penanaman nilai-nilai moral yang baik, sehingga terbentuk cendekia-cendekia yang memiliki karakter.

Pendidikan menjadi tameng dalam kondisi apapun, seharusnya dalam hal ini pemerintah segera memberikan kebijakan baru terkait penanganan pandemic covid-19 lanjutan yang  sudah pada tahap new normal. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pihak praktisi pendidikan untuk memperbaiki situasi yang seperti ini.

Sedikit memberikan saran sebagai mahasiswa akademisi, dalam situasi seperti ini penekanan kompetensi-kompetensilah yang lebih penting harus ditempuh terlebih dahulu. Mengingat bulan Juli-Agustus menjadi periode tahun ajaran baru kenaikan kelas. Di mana pada saat itu seorang siswa harus melalui tahap kompetensi baru untuk memulai jenjang baru. Untuk itu, upaya ini tidak hanya dilakukan oleh guru saja, namun diperlukan kerjasama orang tua dalam mendidik anaknya di rumah. Mengingat dalam pandemic covid-19 saat ini peran orang tua sangatlah penting dalam pendampingan dan pengawasan anak-anak.

sumber gambar: Tirto.id

(Visited 13 times, 1 visits today)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *